Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

TIME KEEPER

Waktu memang sudah jadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri kita. Sampai-sampai ada yang menyamakan pentingnya waktu dengan uang. Banyak perkataan seperti “Time is Money” yang kira-kira artinya adalah “Anda butuh waktu, kami butuh uang” seperti yang sering kita liat di angkutan umum. Pastilah itu lanjutannya adalah nama tempat kursus menjahit. Mantan Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna menyebut waktu sebagai teroris ketika ia harus mengakhiri ceramahnya.

Saking pentingya unsur waktu ini, orang sering kali ingin akurat untuk menceritakan suatu kejadian yang ada hubungannya dengan waktu. Bahkan untuk suatu cerita yang sebenarnya tidak membutuhkan informasi mengenai waktu secara detil, orang terkadang latah menghubungkannya dengan waktu terkini. Coba anda perhatikan, ketika anda bertanya pada seseorang “Jam berapa anda sampai disini?” atau ketika anda tanya “Jam berapa anda berangkat dari rumah tadi?” Pastilah sebagian besar dari orang yang anda tanya akan secara refleks melihat jam tangan mereka. Walaupun mereka tidak menggunakan jam tangan, mereka akan refleks melihat pergelangan tangan mereka yang tanpa jam atau jam yang ada di dinding. Padahal keduanya gak ada hubungannya. Mereka toh tidak bisa melihat waktu yang telah lalu di jam yang cuma bisa menunjukkan waktu pada masa kini. Saya juga heran kenapa ya?

Lalu pernahkah anda mengalami kejadian dimana anda kepingin tahu jam berapa pada waktu anda bertanya dan anda mendapat jawaban yang berbeda-beda dari orang yang berbeda pula? Saya pikir pastilah pernah. Nah, siapa yang anda percaya? Pastilah orang yang anda sangat percaya. Bisa jadi orang itu saudara anda, bisa jadi pula itu karib anda yang sudah anda kenal dengan baik sedjak doeloe kala. Kalaupun anda teruskan pertanyaan itu untuk memintanya meyakinkan anda bahwa waktu yang disebutnya itu tepat, anda mungkin akan mendapat jawaban seperti ini “Jam ini sama dengan jam di 103 (ini layanan untuk mengetahui waktu melalui telepon)” atau mungkin juga jawaban seperti ini “Jam saya sama dengan berita di RRI”, begitu bukan?

Ternyata anda perlu hati-hati dengan kedua jawaban tadi. Pelayanan dari 103 itu dilakukan oleh mesin penjawab. Bagaimana kalau mesin itu rusak atau mengalami keterlambatan waktu? Siapa yang tahu? Jadi jawaban yang berhubungan dengan RRI itu yang benar? Belum tentu.

Kebetulan sekali saya bisa melongok isi dari RRI karena saya berada di sana untuk suatu program. Bukan saya bertindak sebagai penyiar atau pengisi acara. Saya hanya orang yang bertugas mengatur dan mengawasi agar program yang saya maksud itu berjalan dengan sebagaimana mestinya. Program tersebut kebetulan juga berlangsung dari jam 5 sore sampai satu jam sesudahnya. Biasanya program tersebut diawali dengan warta berita dan diakhiri juga dengan warta berita. Loh koq jadi warta berita selalu? Yah, memang begitulah adanya.

Sebelumnya saya memang tidak terlalu memperhatikan keberadaan warta berita itu, apalagi penyiarnya. Tapi beruntunglah saya mengalami puasa ketika menjalankan program tersebut. Lucu sekali ketika mereka harus mengumandangkan adzan maghrib untuk daerah DKI Jakarta dan sekitarnya. Jam yang mana yang harus mereka jadikan patokan? Karena ternyata jam yang ada di studio berbeda dengan yang ada di ruang kontrol dan itupun masih berbeda dengan jam yang ada di komputer yang mereka gunakan dalam acara tersebut. Memang sih, semuanya cuma berselisih dalam hitungan satu atau dua menit. Tapi bukankah masalah adzan itu sangat vatal dan fital (atau fatal dan vital? Entahlah)? Biarpun kurang satu menit, itu bisa membuat puasa kita ndak sah, bukan?

Jadi sodara-sodari sekalian, nasib ibadah anda tergantung pada oknum yang berada di ruang kontrol itu yang bertugas menyiarkan rekaman penanda adzan maghrib yang bisa seenaknya memasang tanda waktu. Maaf, mungkin yang terakhir itu tidak benar karena dia masih memiliki kesadaran moral akan pentingnya tugas tersebut dan banyak orang yang mengawasinya. Tapi ternyata oknum tersebut masih berkata itupun jauh lebih baik dari kejadian yang menimpa rekan sejawatnya.

Pernah suatu hari ada petugas yang berkewajiban mengurus acara di pagi hari. Karena mengantuk, petugas tersebut tertidur. Gak tau apakah dia jatuh tertidur atau terjengkang tertidur. Faktanya adalah ia tertidur. Kemudian dia dibangunkan oleh temanya karena memang tugas itu tidak main-main. Secara terkejut dia terbangun dan tanpa sadar dia menyiarkan pemberitahuan bahwa sudah waktunya untuk imsak. Padahal waktu imsak tersebut masih setengah jam kemudian. Jadilah ia dipindahtugaskan ke bagian lain sebagai akibat dari keteledoran itu.

Jadi ternyata memang tidak ada yang pasti jika kita bermain dengan waktu. Semua bisa jadi benar, dan semua juga mungkin sekali salah. Kalau anda tanya saya jam berapa sekarang ini, sudah saatnya saya bilang “Jam sebelas malam lebih sepuluh menit menurut jam yang ada di laptop saya” atau saya juga harus membiasakan diri untuk mengatakan “Sekarang mungkin jam sebelas lebih sepuluh menit”. Karena waktu adalah sesuatu yang penuh kenisbian. Begitu juga kalau saya mengatakan “menurut orang-orang sekarang ini hari Selasa tanggal 2 September 2008”, salahkah saya?

2 September 2008