Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

KENTUCKY FRIED LELE (the story of pecel ayam)

Rasanya malas sekali pulang malam itu. Bukan karena saya tidak punya rumah, bukan pula karena saya sedang bertengkar dengan si isteri. Akan tetapi, hari ini kerjaan banyak sekali. Ada beberapa berita yang harus saya terjemahkan ke dalam Bahasa Inggeris. Memang saya tidak boleh mengeluh, toh saya sudah menerima gaji plus tunjangan lainnya. Ini adalah tugas yang belakangan ini semakin banyak karena semakin banyak sidang di tempat saya bekerja. Ini adalah tugas yang karenanya banyak orang mengerti apa yang sedang terjadi, tidak hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Ini adalah tugas yang karenanya saya diganjar dengan sejumlah uang.

Tidak terasa, sudah pukul 9 malam berarti sudah 14 jam saya berada di kantor. Bayangkan, jika anda berminat untuk membayangkannya, itu berarti saya hanya punya 11 jam waktu di luar kantor. Kurangi saja dengan perjalanan dari rumah ke kantor pulang pergi selama 2 jam. Lalu kurangi dengan persiapan saya sebelum ke kantor, kira-kira 1 jam. Lalu kurangi lagi dengan waktu tidur 6 jam. HAH! Berarti saya hanya punya waktu 1 jam saja untuk mengerjakan hal yang lain. Kapan saya bisa bersenang-senang? Kapan saya bisa bermain dengan anak saya yang lucu itu? Kapan-kapan sajalah saya mengerjakan semua itu.

Itu di depan saya, Kepala subbagian saya baru saja selesai bicara dengan seseorang. Itu di sebelah kiri saya, si Wiwik masih sedang sibuk dengan urusannya sendiri. Itu saya di depan komputer si Deni masih sedang sibuk bermain game seusai bekerja keras. Itu tinggal kami berempat di ruang kerja, sementara yang lain sudah mendahului kami pulang ke rumah. Ke rumah masing-masing tentunya. Kalau semua pulang ke rumah saya, bagaimana kalau keluarga mereka mencari? Saya tidak mau dituduh sebagai Om Culik atau penyelundup manusia.

Ah, lebih baik saya pulang saja. Besok saya akan lanjut lagi, main game-nya bukan bekerja. Oh, ternyata si Wiwik pun berminat pula untuk pulang. Dia pula berminat untuk pulang bareng. Okelah saya pikir, toh dia tinggal tidak jauh dari kantor dan masih bisa satu arah pulang dengan saya. Tapi kenapa ini badan saya bergetar? Oh, ternyata ada SMS dari isteri saya. Dia memberitahu bahwa ada berita buruk, di rumah tidak ada makanan. Itu merupakan berita buruk, karena saya harus keluar uang untuk beli makan.

Sebelum si Wiwik pulang, kami memutuskan makan malam dulu di warungnya Zaini, langganan kami. Sepotong dada ayam bakar lengkap dengan sambel dan salad (maksud saya daun kemangi dan beberapa potong ketimun), sepotong masing-masing tahu dan tempe cukup menemani sepiring nasi putih dengan minuman segelas teh manis panas. Untuk makan hampir tengah malam, semua itu nikmat sekali. Apalagi pas perut sedang sangat lapar. Setelah itu barulah saya pulang dengan perasaan kenyang.

Keesokan harinya saya pergi ke kantor tanpa mendapat asupan sarapan terlebih dahulu. Akibatnya, saya lapar lagi ketika jam makan siang. Ah, tapi malas sekali aku keluar kantor. Mendingan saya minta tolong office boy kantor untuk membelikan saya sejumlah makanan. Dan itu, teman-teman saya juga berpikiran yang sama. Setelah mencapai mufakat tanpa musyawarah, kami memohon mas Budi, si office boy, membelikan kami makan di tempat yang sama agar dia tidak repot. Sekali lagi saya pesan sepotong dada ayam, tapi kali ini digoreng bukan dibakar, lengkap dengan sambal dan saladnya serta nasi putih. Untuk pertama kalinya, saya memesan menu yang hampir mirip pada kesempatan makan besar secara berturutan. Biarlah, saya pikir yang penting perut kenyang.

Sore harinya, isteri saya ada telepon saya. Dia memutuskan ke kantor saya dari tempatnya menjalani diklat. Sudah hampir satu minggu itu dia menjalani diklat di daerah Jakarta Selatan. Ketika kami dalam perjalanan pulang, dia mengatakan ingin makan lele goreng. Maka kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu baru kemudian minum sebelum pulang. Kami mencari warung yang menjual lele goreng.

Daripada saya makan lele goreng, saya memutuskan, untuk sekali lagi, memesan sepotong dada ayam goreng! Lengkap dengan sambal dan saladnya! Dengan sepiring nasi uduk. Dalam istilah sepakbola, saya sudah mencetak hattrick dalam memesan sepotong dada ayam. Sebenarnya saya ingin mengusulkan yang lain, seperti misalnya makan di KFC. Tapi, pasti lagi-lagi saya memesan sepotong dada ayam. Dan itu pasti akan mengecewakan isteri saya, karena KFC tidak menjual lele goreng tepung. Namanya juga Kentucky Fried Chicken, pastilah dia menjual ayam. Lain halnya dengan Kentucky Fried Lele, pasti dia menjual lele.

KIAT BERSEMANGAT DAN BERGAIRAH DI TEMPAT KERJA

Kerap merasa lesu dan cepat lelah saat jam-jam kerja? Ikuti petunjuk sederhana berikut. Anda pun akan senantiasa merasa bersemangat dan penuh gairah di tempat kerja.

1. Minum air putih

Seperti yang kita ketahui, minum air putih bagus untuk kesehatan. Baik itu kesehatan kulit, tubuh, maupun kantong. Dengan minum air putih, kita secara sederhana telah melakukan proses detoksifikasi. Kita membuang racun yang ada dalam tubuh keluar melalui air seni, dan proses ini membutuhkan air putih.

Minum air putih yang banyak juga dapat membuat kita merasa kenyang, jadi kita tidak usah keluar uang lagi untuk beli makan siang. Selain itu, air putih biayanya lebih murah dari pada kopi atau teh. Kita gak perlu beli teh, kopi, dan gula. Kalau air minum habis, ambil aja di kran kamar mandi. Sama-sama air putih toh? Hemat biaya pula.

2. Makan cemilan yang sehat

Yang namanya cemilan, biasanya memang tidak sehat. Tapi ada juga cemilan yang sehat. Sediakan saja dimeja anda ikan bakar yang dipotong kecil2. Bisa juga anda sediakan buah-buahan. Yang namanya buah-buahan biasanya menyehatkan. Anda bisa sediakan buah hati atau buah tangan. Buah pikiran juga bisa bermanfaat. Jika anda suka anda bisa menyediakan Buah Dada. Dijamin anda tidak akan ngantuk selama bekerja

3. Hindari makan makanan berat dan minuman alkohol

Kenapa eh kenapa alkohol itu haram? Karena eh karena merusak kesehatan. Ingat pesan Bang Haji Raja Dangdut Rhoma Irama. Bahkan menurut infotainment terpercaya, Bang Haji sekarang sudah tak sudi...tak sudi...tak sudi...tak (ku tak sudi tak) sama mirassantika.

Akan tetapi menurut para ahli, minum-minum pada saat jam kerja boleh dilakukan; bahkan wajib. Terutama setelah makan-makan. Jika tidak anda bisa tersedak, atau lebih kerennya dibilang keselek. Tapi kebanyakan minum-minum juga tidak baik karena bisa membuat anda megap-megap bahkan kembung-kembung.

Makanan pun harus anda perhatikan. Hindari makanan berat seperti traktor atau kapal tanker. Itu beresiko merusak kesehatan anda. Kerjaan anda belum selesai, anda harus dikirim ke rumah sakit karenanya.

4. Jangan diam di tempat

Berdiam di satu tempat akan menyebabkan kebosanan yang berujung pada rasa kantuk yang menyerang. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah berjalan-jalan. Anda bisa mengunjungi pasar swalayan terdekat atau mall yang ada di sekitar kantor anda. Memang, kerjaan anda tidak akan selesai. Tapi setidaknya anda tidak akan mengantuk pada jam kerja apalagi tertidur di ruang kerja.

5. Lemaskan Tubuh

Langkah 1: ayunkan pantat ke muka dan muka ke pantat (coba dengan pantat dan
muka sendiri)
Langkah 2: ayun tangan anda ke muka orang lain. Usahakan mengenai orang

tersebut
Langkah 3: Tekuk badan anda ke belakang hingga membentuk sudut 147.267

derajat. Sudut ini harus persis tepat, jangan lebih dan jangan kurang.
Langkah 4: Ulangi berkali-kali sampai anda bosan atau ada yang menyebut anda

kurang waras.
Langkah 5: Ambil barang berharga anda yang paling mahal, misalnya handphone

atau laptop. Lemparkan barang tersebut ke tembok terdekat. Ulangi
berkali-kali sampai berkeping keping.

7. Jangan menunda

Menunda pekerjaan adalah hal yang tidak baik. Usahakan untuk mengerjakan pekerjaan anda pada saat ini juga tanpa menunda. Jika anda telah menyelesaikannya sebelum tenggat waktu yang diberikan. Kalau memungkinkan kerjakan tugas yang akan anda lakukan tahun depan. Paksa atasan anda untuk menyediakan anda pekerjaan untuk tahun depan. Dengan menyelesaikan seluruh tugas untuk tahun depan, maka tahun depan anda tidak usah masuk kantor dan anda bisa pergi kemana anda mau

8. Persingkat daftar tugas

Sangat mudah mempersingkat daftar tugas anda, yang perlu anda lakukan adalah menghapus beberapa tugas dari daftar menggunakan penghapus cair atau penghapus pensil. Jangan merasa bersalah dengan cara ini. Perlu anda ingat, pekerjaan akan selalu ada dan tidak akan pernah selesai. Semakin cepat anda menyelesaikan tugas, semakin cepat tugas baru datang. Jadi jangan merasa terbebani, kalau tidak ada tugas berarti kita tidak dibutuhkan. Jadi punya banyak tugas berarti sangat dibutuhkan.

9. Bobo Siang

Istirahat terbukti sangat penting. Ketika kita sudah melakukan semua kiat di atas tapi kita masih merasa kurang bergairah, berarti yang kita butuhkan adalah bobo siang. Bobo siang ini sebaiknya di lakukan setelah anda makan siang.

Untuk anda yang memiliki uang tidak terbatas, anda bisa bobo siang di hotel bintang lima dengan fasilitas yang sangat baik. Bagi anda yang tidak memiliki dana untuk itu, anda bisa mencari hotel-hotelan atau losmen. Anda juga bisa mencari ruang kosong di kantor untuk melakukan kegiatan ini. Jika anda sungkan untuk tidur di kantor dan tidak memiliki cukup uang, anda bisa mengunjungi mesjid atau musholla terdekat di luar kantor anda. Sekalian anda beribadah, anda bisa memejamkan mata. Jika ada orang yang meminta anda untuk tidak tidur di mesjid atau musholla, anda bisa mengatakan kalau tidur itu juga ibadah. Tapi anda harus hati-hati, jika anda tidur di mesjid tertentu bisa jadi anda akan terbangun di comberan. Tidak lain itu adalah kerjaan pengurus mesjid yang tidak menyukai anda.

Terlepas dari tempat dimana anda tidur, yang terpenting adalah dengan siapa anda bobo siang. Saya yakin jika anda bobo dengan seorang wanita cantik yang seksi, maka anda akan menjadi bergairah. Kalaupun anda tidak bergairah sepanjang hari, maka setidaknya pada aktivitas itu anda akan sangat bergairah.

PRAJAB - SAMBUTAN MALAM PENGANTAR TUGAS

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Selamat sore,

Salam sejahtera untuk kita semua,

Yang saya hormati Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Pertahanan,

Kepala dan staf Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Fungsional Pertahanan,

Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Pertahanan RI

Kepala Kursus, para Pembina dan Widyaiswara,

Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi RI atau yang mewakili,

Sekretaris Jenderal DPD RI atau yang mewakili,

Rekan-rekan peserta Diklat sekalian yang saya muliakan,

Perkenankan saya menyampaikan sambutan atas nama rekan-rekan peserta dari Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI:

Pada kesempatan yang baik, dan semoga senantiasa penuh berkah ini, saya mengajak para hadirin sekalian untuk sekali lagi memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena kepada kita masih diberi kesempatan, kekuatan, dan Insya Allah kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengabdian kita kepada bangsa dan negara kita.

Hampir satu bulan lamanya Diklat Prajabatan ini berlangsung, tentu banyak kesan yang kita – para peserta, Pembina dan Widyaiswara alami bersama. Pada awalnya, tidak jarang dari para peserta merasa takut untuk menjalani Diklat Prajabatan di Lingkungan Departemen Pertahanan. Saya adalah salah satu dari peserta yang merasa demikian. Yang terbayang di pikiran saya adalah kehidupan yang kaku karena penerapan disiplin tingkat tinggi serta penuh dengan latihan fisik. Semua itu terasa menjadi beban, terutama bagi kami yang berasal dari instansi sipil yang tidak bersentuhan langsung dengan kehidupan militer. Akan tetapi, ketakutan saya tidak terbukti. Bahkan, Diklat ini telah merubah cara pandang saya tentang disiplin. Kalaupun saat ini ada ketakutan dalam diri saya, mungkin itu adalah takut menjadi kerasan dan tidak mau pulang.

Para hadirin sekalian, disiplin adalah salah satu hal yang harus dimiliki setiap PNS. Dengan kedisiplinan kita dapat menekan budaya korupsi, terutama korupsi waktu. Di sini kami belajar untuk sangat menghargai waktu. Semua kegiatan ini sudah terjadwal dengan rapi. Ketika kami harus berada di ruang kelas, maka kami diharapkan berada di tempat tersebut tepat waktu. Begitu pula semestinya kita bekerja di instansi masing-masing. Datang tepat waktu, pulang tepat waktu, bahkan istirahat pun harus tepat waktu. Seandainya ada yang harus diperhatikan pada pelaksanaan Diklat di masa mendatang, adalah masalah alokasi waktu istirahat sore. Setelah rehat, kami hanya memiliki waktu lima belas menit untuk bersih-bersih dan beribadah shalat Ashar. Setelah dikurangi waktu untuk makan snack dan perpindahan dari ruang makan ke kamar masing-masing. Setidaknya kami membutuhkan waktu 30 menit untuk melaksanakan hal tersebut.

Disini, makan pun kami harus disiplin. Bukan hanya cara duduk kami yang diatur, tetapi juga jam makan pun diatur. Terkadang kami masih merasa kenyang, ternyata sudah waktunya makan kembali. Oleh sebab itu saya merasa berat meninggalkan tempat ini. Itu karena saya merasa berat badan saya bertambah selama menjalani Diklat Prajabatan ini. Terlebih lagi, hal itu diimbangi dengan olahraga yang teratur.

Pembinaan disiplin ini dimulai dengan kegiatan Outbond yang dilangsungkan di Cibubur. Ada satu cerita lucu mengenai kegiatan ini. Di salah satu pos, kacamata saya jatuh dan hilang. Pada awalnya saya merasa kesal dan bingung. Akan tetapi, ini menjadi keuntungan buat saya pada saat acara Caraka Malam yang dipenuhi dengan Hantu dan Setan. Dengan hilangnya kacamata saya, maka saya tidak dapat melihat mereka sehingga saya tidak merasa takut dan acara itu dapat saya lalui dengan baik.

Selanjutnya, kami ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para Pembina dan para Widyaiswara untuk kesabarannya dalam mendidik kami. Memberikan ilmu memang tidak mudah, apalagi mengubah budaya dan cara hidup. Kami merasa ada perkembangan yang signifikan terutama mengenai kedisiplinan. Akan tetapi, pendidikan kedisiplinan adalah masalah keseragaman; baik itu keseragaman pakaian, tindakan, maupun instruksi. Hal ini juga membutuhkan contoh yang dapat ditiru oleh para peserta. Misalnya masalah jadwal kegiatan. Ada kalanya seorang Pembina menginstruksikan kami harus berada di ruang kelas lantai 1, tapi Pembina lain meminta kami untuk berada di ruang theater. Kami merasa para pembina dan Widyaiswara perlu menyatukan persepsi dalam memberikan instruksi. Jika para peserta melihat keseragaman dan keteraturan dari Pembina, maka pembelajaran kedisiplinan mungkin lebih mudah untuk diterapkan dan diikuti.

Diklat ini juga memberi kami banyak teman baru dengan berbagai latar belakang pendidikan dan profesi. Banyak dari rekan-rekan peserta berprofesi sebagai dokter. Sebelumnya, jika menyebut kata dokter, yang terbayang adalah orang yang sangat terpelajar, serius, dengan tulisan tangan yang sulit dibaca. Bahkan, kita juga harus membayar biaya konsultasi setelah mengajukan pertanyaan. Sekali lagi saya keliru. Sebagai peserta pendatang baru yang tidak menjalani Latihan Dasar Militer bersama, mereka mau menerima kami dengan tangan terbuka dan membantu kami dalam proses belajar dalam kelas dengan meminjamkan catatan mereka. Ternyata tulisan tangan mereka banyak juga yang bagus. Untuk semua itu, kami mengucapkan terima kasih.

Kami juga perlu memberi apresiasi yang tinggi terhadap kepengurusan Senat, baik dalam setiap kelas maupun Senat Umum. Mereka telah menunjukkan kinerja yang sangat baik sebagai penghubung antar peserta dan sebagai penyambung lidah para peserta kepada para Pembina. Malam Pengantar Tugas ini juga tidak akan dapat terlaksana dengan baik tanpa kerja keras mereka.

Para hadirin yang terhormat. Pada akhirnya, semua hasil pendidikan ini berpulang kepada diri kita masing-masing. Semua ini akan menjadi sia-sia jika kita tidak dapat mengaplikasikan apa yang telah didapat dalam lingkungan pekerjaan. Diklat Prajabatan ini akan segera berakhir, akan tetapi ini sebenarnya adalah awal dari perjuangan kita sebagai pelayan masyarakat dan abdi negara sebagaimana dicita-citakan. Semoga kita dapat menerapkan prinsip pelayanan prima yang telah kita pelajari bersama dan menjadi agen perubahan untuk menjadikan Indonesia menjadi Negara yang lebih baik.

Akhir kata, kami mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas nama pribadi dan rekan-rekan dari Mahkamah Konstitusi atas segala kesalahan yang telah kami perbuat. Termasuk dalam penyampaian sambutan ini.

Vivat Academia...Vivat Profesores...Vivat Senatores

Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

PRAJABATAN – KEDATANGAN

Sampai detik terakhir surat tugas itu mendarat di tangan, saya masih belum percaya kalo saya harus masuk Dephan. Buat saya, lebih baik masuk angin daripada masuk Dephan. Sama-sama tidak enak, bikin perut mulas, keringat dingin keluar. Tapi bedanya, kalo masuk angin bisa bikin kita pintar. Soalnya, orang pintar minum tolak angin. Nah, kalo masuk Dephan kita harus latihan lari, push-up dan sebagainya.

Gelombang pertama boleh jadi berangkat ke Dephan. Tapi selalu ada kemungkinan untuk sisanya dikirim ke BPS. Sempat ada polemik, yang positip dan yang negatip. Ada yang bilang kalo Dephan cuma mengadakan Diklat Prajabatan untuk golongan III sekali setahun. Wuih... melegakan sekali. Tapi, sisanya bilang kalo semua CPNS di Mahkamah Konstitusi harus masuk Dephan. Bikin bingung saja. Akhirnya saya membulatkan tekad untuk menyiapkan diri semaksimal mungkin, seandainya saja memang saya harus ke Dephan.

Ketika gelombang pertama kembali dari perasingan, mereka menyebarkan aroma tidak enak tentang pelaksanaan Diklat Prajabatan. Mereka bercerita bagaimana beratnya hidup di sana. Dul, gak usah cerita juga saya tahu itu berat. Dephan gitu loooh... katanya, mereka disuruh lari tengah hari sebelum makan siang. Makan siang pun harus habis dengan waktu yang terbatas. Kalau tidak habis, teman satu meja harus membantu menghabiskan. Belum lagi masalah kerapihan kamar yang harus selalu dijaga.

Mendengar hal tersebut, saya semakin merasa harus meningkatkan persiapan. Masalah kerapihan kamar mungkin jadi masalah, tapi yang terberat adalah latihan fisik. Saya menyadari kalo saya punya kelemahan di segi fisik. Selain itu, saya merasa bisa menyesuaikan. Saya kemudian cari cara aman bagaimana mensiasati keadaan tersebut. Ternyata otak saya yang ala kadarnya ini, cukup cerdas untuk mencari jalan keluar. Bukan lewat pintu tentunya, saya coba memeriksakan diri ke poliklinik kantor sekaligus minta surat keterangan sehat. Ternyata, saya mengalami gangguan hati. Hati saya terbagi dengan yang lain.... Tidak! Tidak! Maksud saya, gangguan fungsi hati. Akhirnya, saya meminta surat keterangan sakit dari Dokter Satrio. Beres! Setidaknya itu perkiraan saya.

Sehari setelah libur Idul Fitri berakhir, saya harus ke Pusdiklat Tekfunghan Dephan. Itu hanya untuk mengisi Daftar Riwayat Hidup dan memberikan dokumen yang dibutuhkan. Cialat! Saya tidak membawa semua dokumen itu. Saya pergi ke sana bersama teman-teman dengan bermodalkan sebuah pulpen saja. Dokumen saya bisa dikumpulkan keesokan harinya.

Gedung Pusdiklat Tekfunghan ada di Jalan Salemba Raya 14, persis di seberang Rumah Sakit St. Carolus. Dari Jalan Salemba Raya, tempat ini terkesan sangat lengang. Bahkan, sepertinya tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tapi, gedung ini terus memanjang ke belakang, dan disitulah kehidupan berada. Yang kebayang di pikiran gue kalo denger nama tempat ini adalah Fu Yung Hai. Makanan di restoran Cina, dibuat dari telur kocok yang dicampur terigu sedikit sama daun bawang, daging ayam atau udang. Hmm... yummy. Ah, koq jadi ngomongin makanan sih...

Keesokan harinya saya belum kapok. Saya kembali datang pagi-pagi sekali untuk menaruh barang yang wajib dibawa selama pendidikan. Itu saya teronggok di pos penjagaan sembari menunggu apel pagi selesai. Kata provost yang menjaga, saya harus menunggu apel selesai sebelum bisa menaruh barang di kamar. Kamar saya berada di lantai 4 gedung Prambanan, tepatnya kamar 460. Rencananya saya akan memiliki seorang teman tidur bernama dr. Andang Susilo. Entah siapa itu orang dan darimana asalnya. Yang pasti saya beruntung dapat tempat tidur di bawah AC. Artinya saya gak akan kepanasan kalo malam.

Sehabis menaruh barang di kamar, saya kembali berkumpul di MK. Kami rencananya akan berangkat bersama dengan kendaraan kantor. Ternyata memang benar, kami berangkat sekitar pukul 9 pagi. Setelah sampai, saya lalu menjalani tes kesehatan. Sekitar pukul 11 siang semuanya sudah beres dan saya berada di kamar. Masuklah seorang pria agak kurus dengan membawa peralatan tempurnya. Dia pastilah Andang. Kalau tidak, untuk apa dia ada di kamar saya? Perkiraan awal, dia seorang yang tidak terlalu banyak bicara. Kami berbincang seadanya, saling mengenalkan diri dan asal kami. Dia bilang, dia berasal dari Solo. Wah... dia pasti putra solo yang kalem. Jangan-jangan.....tidak mungkin....ternyata benar...dia tidak ada hubungannya dengan Rumah Makan Wong Solo; biar kata dia juga seorang Wong Solo, tapi dia tidak membawa ayam bakar. Pastilah bukan.

Yang saya perhatikan, sebagian besar dari peserta sudah saling mengenal. Mereka pasti dari Dephan sendiri. Kebanyakan dari mereka adalah dokter di lingkungan militer. Saya pribadi merasa agak minder...haduh...saya harus berkenalan dengan manusia sebanyak ini? Saya punya masalah dalam mengingat nama orang yang baru dikenal. Bukan sombong kalo kita baru kenalan dan saya tidak menyapa anda ketika ketemu lagi, saya cuma takut malu karena tidak mengenal nama anda. Itu saja. Balik lagi ke prinsip pribadi saya; cuek aja lah... toh yang penting saya bisa selesaikan Diklat ini dan jadi PNS. Kalaupun mereka bilang saya sombong, itu urusan mereka, bukan urusan saya.

PRAJABATAN - PENDAHULUAN

Perjalanan menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil ternyata masih panjang. Proses pendaftaran yang diikuti oleh tahap seleksi, bukan menjadi titik akhir. Saya pikir, dengan melalui proses itu, semua sudah menjadi gamblang. Mulai bekerja, dapat gaji plus tunjangan, kalau sudah tua dapat pensiun.

Ada satu tahap lagi yang harus saya lalui sebelum mendapat hak gaji 100 persen. Bagi sebagian orang, persyaratan ini hanya sekadar formalitas atau basa basi. Tapi, itu mungkin hanya untuk yang beruntung – atau untuk yang cuma mengejar fasilitas saja. Syarat tersebut adalah menjalani “ibadah” Diklat Prajabatan. Diklat ini sudah menjadi sebuah ibadah atau ritual yang wajib harus dilakoni. Kalau tidak mau, atau karena suatu dan lain hal, tidak lulus maka hilang sudah kesempatan untuk menyandang gelar PNS.

Isteri saya yang sudah mendahului menjadi seorang PNS juga harus melalui tahapan yang sama. Dia dulu harus menunaikannya di Biro Pusat Statistik. Dia bilang, ini cuma menggugurkan kewajiban aja. Tidak susah untuk lulus dari Diklat ini. Yang lebih susah adalah menjaga mata tetap terbuka dalam menerima materi. Toh, pada kenyataannya diklat tinggal menjadi diklat. Tidak ada perubahan yang berarti dari para Pegawai Negeri itu sekeluarnya mereka dari pendidikan itu.

Mungkin dia cukup beruntung, menempuh Diklat di instansi yang tidak terlalu menekankan disiplin. Aturan yang dibuat di tempat tersebut, benar-benar dibuat untuk dilanggar. Masih banyak peserta yang pulang ke rumah masing-masing setiap hari. Banyak yang jalan-jalan keluar lokasi, meski peraturan mengatakan hal sebaliknya.

Nah, kini masa saya untuk mengikuti kegiatan tersebut. Tapi tidak di BPS seperti isteri saya, saya harus melaksanakannya di lingkungan Departemen Pertahanan. Mendengar nama Dephan aja sudah membuat saya takut. Setiap pagi harus melaksanakan apel, mau pulang harus apel. Belum lagi kegiatan semi militer yang harus dijalani dengan tingkat disiplin superketat. Diperparah dengan kegiatan fisik yang memang menyerupai militer. Bisa nggak saya melakukan semua itu? Sejak kuliah, hidup saya itu menganut paham hedonistik aristokrat. Semua serba moderat. Tempat saya bekerja juga cukup moderat. Tidak ada kegiatan upacara bendera tanggal 17 setiap bulan. Tidak ada apel pagi dan sore. Olahraga setiap Jumat juga dilakukan sekadarnya saja. Kalau saya bilang, setiap Jumat pagi saya tidak senam. Saya cuma menggoyangkan badan saja.

Tapi kata orang Batak Que Sera Sera; apa yang terjadi, terjadilah. Ternyata banyak kesan yang saya dapat dari menjalani Diklat Prajabatan di Lingkungan Departemen Pertahanan. Saya coba mengingat dan tulis dalam berapa artikel mendatang

TIME KEEPER

Waktu memang sudah jadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri kita. Sampai-sampai ada yang menyamakan pentingnya waktu dengan uang. Banyak perkataan seperti “Time is Money” yang kira-kira artinya adalah “Anda butuh waktu, kami butuh uang” seperti yang sering kita liat di angkutan umum. Pastilah itu lanjutannya adalah nama tempat kursus menjahit. Mantan Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna menyebut waktu sebagai teroris ketika ia harus mengakhiri ceramahnya.

Saking pentingya unsur waktu ini, orang sering kali ingin akurat untuk menceritakan suatu kejadian yang ada hubungannya dengan waktu. Bahkan untuk suatu cerita yang sebenarnya tidak membutuhkan informasi mengenai waktu secara detil, orang terkadang latah menghubungkannya dengan waktu terkini. Coba anda perhatikan, ketika anda bertanya pada seseorang “Jam berapa anda sampai disini?” atau ketika anda tanya “Jam berapa anda berangkat dari rumah tadi?” Pastilah sebagian besar dari orang yang anda tanya akan secara refleks melihat jam tangan mereka. Walaupun mereka tidak menggunakan jam tangan, mereka akan refleks melihat pergelangan tangan mereka yang tanpa jam atau jam yang ada di dinding. Padahal keduanya gak ada hubungannya. Mereka toh tidak bisa melihat waktu yang telah lalu di jam yang cuma bisa menunjukkan waktu pada masa kini. Saya juga heran kenapa ya?

Lalu pernahkah anda mengalami kejadian dimana anda kepingin tahu jam berapa pada waktu anda bertanya dan anda mendapat jawaban yang berbeda-beda dari orang yang berbeda pula? Saya pikir pastilah pernah. Nah, siapa yang anda percaya? Pastilah orang yang anda sangat percaya. Bisa jadi orang itu saudara anda, bisa jadi pula itu karib anda yang sudah anda kenal dengan baik sedjak doeloe kala. Kalaupun anda teruskan pertanyaan itu untuk memintanya meyakinkan anda bahwa waktu yang disebutnya itu tepat, anda mungkin akan mendapat jawaban seperti ini “Jam ini sama dengan jam di 103 (ini layanan untuk mengetahui waktu melalui telepon)” atau mungkin juga jawaban seperti ini “Jam saya sama dengan berita di RRI”, begitu bukan?

Ternyata anda perlu hati-hati dengan kedua jawaban tadi. Pelayanan dari 103 itu dilakukan oleh mesin penjawab. Bagaimana kalau mesin itu rusak atau mengalami keterlambatan waktu? Siapa yang tahu? Jadi jawaban yang berhubungan dengan RRI itu yang benar? Belum tentu.

Kebetulan sekali saya bisa melongok isi dari RRI karena saya berada di sana untuk suatu program. Bukan saya bertindak sebagai penyiar atau pengisi acara. Saya hanya orang yang bertugas mengatur dan mengawasi agar program yang saya maksud itu berjalan dengan sebagaimana mestinya. Program tersebut kebetulan juga berlangsung dari jam 5 sore sampai satu jam sesudahnya. Biasanya program tersebut diawali dengan warta berita dan diakhiri juga dengan warta berita. Loh koq jadi warta berita selalu? Yah, memang begitulah adanya.

Sebelumnya saya memang tidak terlalu memperhatikan keberadaan warta berita itu, apalagi penyiarnya. Tapi beruntunglah saya mengalami puasa ketika menjalankan program tersebut. Lucu sekali ketika mereka harus mengumandangkan adzan maghrib untuk daerah DKI Jakarta dan sekitarnya. Jam yang mana yang harus mereka jadikan patokan? Karena ternyata jam yang ada di studio berbeda dengan yang ada di ruang kontrol dan itupun masih berbeda dengan jam yang ada di komputer yang mereka gunakan dalam acara tersebut. Memang sih, semuanya cuma berselisih dalam hitungan satu atau dua menit. Tapi bukankah masalah adzan itu sangat vatal dan fital (atau fatal dan vital? Entahlah)? Biarpun kurang satu menit, itu bisa membuat puasa kita ndak sah, bukan?

Jadi sodara-sodari sekalian, nasib ibadah anda tergantung pada oknum yang berada di ruang kontrol itu yang bertugas menyiarkan rekaman penanda adzan maghrib yang bisa seenaknya memasang tanda waktu. Maaf, mungkin yang terakhir itu tidak benar karena dia masih memiliki kesadaran moral akan pentingnya tugas tersebut dan banyak orang yang mengawasinya. Tapi ternyata oknum tersebut masih berkata itupun jauh lebih baik dari kejadian yang menimpa rekan sejawatnya.

Pernah suatu hari ada petugas yang berkewajiban mengurus acara di pagi hari. Karena mengantuk, petugas tersebut tertidur. Gak tau apakah dia jatuh tertidur atau terjengkang tertidur. Faktanya adalah ia tertidur. Kemudian dia dibangunkan oleh temanya karena memang tugas itu tidak main-main. Secara terkejut dia terbangun dan tanpa sadar dia menyiarkan pemberitahuan bahwa sudah waktunya untuk imsak. Padahal waktu imsak tersebut masih setengah jam kemudian. Jadilah ia dipindahtugaskan ke bagian lain sebagai akibat dari keteledoran itu.

Jadi ternyata memang tidak ada yang pasti jika kita bermain dengan waktu. Semua bisa jadi benar, dan semua juga mungkin sekali salah. Kalau anda tanya saya jam berapa sekarang ini, sudah saatnya saya bilang “Jam sebelas malam lebih sepuluh menit menurut jam yang ada di laptop saya” atau saya juga harus membiasakan diri untuk mengatakan “Sekarang mungkin jam sebelas lebih sepuluh menit”. Karena waktu adalah sesuatu yang penuh kenisbian. Begitu juga kalau saya mengatakan “menurut orang-orang sekarang ini hari Selasa tanggal 2 September 2008”, salahkah saya?

2 September 2008

SAHUR....SAHUR

Sudah lebih dari satu jam saya tergeletak di atas tempat tidur. Berguling-guling ke kanan dan ke kiri terus ajah begitu. Tapi saya tidak bisa tidur, tapi saya harus tidur, tapi saya jadi pusing. Pusing mikirin kenapa saya tidak bisa tidur dimana semestinya saya sudah tidur karena saya memang harus tidur.

Apa mungkin ini karena kopi yang saya minum sebelumnya? Atau saya terlalu bersemangat untuk sahur karena ini adalah puasa hari pertama? Ah, si ayah kayak anak kecil aja. Saya lihat itu isteri saya sudah terlelap pulas. Pun begitu dengan Tya anak saya. Lihat itu posisinya sudah berubah 93, 67 derajat dari semula. Entah sedang mimpi apa mereka berdua? Mengapa tidak kau ajak ayahmu ini bermimpi bersama, nak?

Baru hendak sekejap saja saya berpulas tidur, si Tya udah nangis lagi. Dia minta susu kepada siapa saja yang mendengar. Kalo kebetulan ibunya yang bangun ya dia dapet susu ibu; tapi kalo yayahnya yang bangun ya dia dapet susu yayah. Bukan berarti saya dapat menghasilkan susu seperti layaknya sapi. Tapi akan saya buatkan sebotol susu formula yang memang khusus untuk anak seusia dia. Maafkan yayah, anakku. Ini lihat yayah sedang berusaha untuk tidur. Jadi biarlah bunda yang menyiapkan susu untukmu. Sabarlah nak, jangan menangis seperti itu. Iya, bunda sedang menyiapkan susu itu secepatnya. Mengapa kah kau tidak mau sabar. Ingat anakku, sabar itu sebagian daripada iman. Aaaargh....gak usahlah pake teriak segala!!!

Fuih...untunglah! Nah itu dia si Bunda datang, hatiku senang...hatiku riang. berarti lumayan bisa tidur biarpun cuma setengah jam. Ku coba lagi untuk tidur. Hwaduh... apa pula itu suara bising? Suara kaleng dipukulin bertubi-tubi, botol plastik air mineral yang ditabuh sembarangan. Apa salah kaleng itu anak-anak? Apa dia pernah memukuli kamu sekalian? Pasti kalian akan bilang kalo kaleng memang ditakdirkan untuk dipukul, tapi dari mana kalian tahu? Memang kalian pernah menjadi kaleng atau botol air mineral? Daripada pake alat yang gak jelas begitu, mending kalian bawa drum, gitar dan alat musik lain. Sekiranya ada produser yang mendengar, mungkin kalian bisa membuat album musik sendiri. Lagipula, pagi segini buta kalian sudah keluar rumah. Bagaimana orang tua kalian ini? Orang tua yang tidak bertanggung jawab akan anak-anaknya.

Kata isteriku, memang itulah tradisi yang sudah tahunan dijalanin. Setiap bulan puasa, anak-anak itu berkeliling membangunkan orang untuk sahur. Mereka berusaha membuat bebunyian dengan alat apapun yang bisa mereka temukan yang bisa membuat bunyi yang signifikan, maksudnya gaduh, gak elegan dan Berisik! Tidak ada yang menyuruh mereka melakukan hal tersebut, tapi juga tidak ada yang melarang. Daripada main petasan, daripada main bola di jalan tol, daripada berenang di Laut Mati, lebih baik mereka bertindak begitu. Kita yang waras aja yang kudu ngertiin.

Sayup-sayup juga ada suara dari pengeras suara mesjid dekat rumah mertua. Assalamu' alaikum warrahmatullah wabarakatuh katanya. Nah, ini baru sopan karena pake ngucapin salam. Tiba-tiba dia melanjutkannya dengan SAHUR....SAHUR....SAHUR secara lugas dan tanpa tedeng aling-aling. Aduh bapak... itu sih sama aja kayak anak-anak yang berkeliaran berkeliling itu tadi. Kenapa sih bapak gak buat sesuatu yang beda? Bapak bilang aja IMSAK....IMSAK... dijamin pasti orang panik dan buru-buru bangun. Misi tercapai.

Ah, aku baru ingat. Tadi aku kan mau tidur, lalu kenapa sekarang aku jadi mikirin orang lain? Jadi gimana dong dengan rencana tidurnya? di luar kamar sana, sudah ada suara orang-orang rumah yang sudah terbangun, televisi pun sudah dinyalakan dan bersaing dengan bisingnya dengan radio yang juga sudah dipaksa berkoar disepagi yang dingin itu. Jadi lupakan saja deh tidur itu. Dan aku pun keluar kamar.

SUARA TUHAN

Lihat orang itu...
Dulu dia sangat disegani
Sangat ditakuti setengah mati...
Sekarang terkulai tanpa arti

Gambaran itu jelas sekali terlukis
Di raut wajah tua dengan rambut yang menipis
Lesu lunglai terus berusaha tersenyum miris
Coba tutupi perjalanan hidupnya yang tragis

Dan yang di sebelah pria malang itu
Adalah isterinya yang telah menemaninya selama ini
Dengan sifatnya yang kikir dan senyum culasnya itu
Ia yang selalu merasa paling lebih tanpa mau tertandingi

Coba kau perhatikan raut wajah isterinya
Yang terusik dengan pikiran masa depan akan bagaimana
Tanpa ada penyesalan dan bertanya akan penyebabnya
Tanpa terima kasih dan syukur akan apa yang sudah didapatnya

Dan dengarkan itu nyanyian merdu kebahagiaan
Dari dalam kalbu mereka yang selama ini teraniaya
Berteriak merdeka dan bersyukur atas angin perubahan
Ternyata Tuhan memang mendengar dan tiada yang sia-sia

Dia jatuh secara nyata tanpa beda yang signifikan
Dia terjungkal hanya karena satu suara beda
Tapi tahukah kau Itulah Satu Suara Tuhan
Itulah suara rakyat yang selama ini hanya bersemayam di dada

31 Agustus 2008

WHAT YOU SEE AIN'T WHAT YOU GET


MIND IS A DANGEROUS THING TO PLAY WITH....
THINK POSITIVELY-THINK POSITIVELY-THINK POSITIVELY-THINK POSITIVELY-THINK POSITIVELY-THINK POSITIVELY-THINK POSITIVELY

CIPANAS MEMANG PANAS

Sebenernya saya lagi males menulis atau lebih tepatnya mengetik. Karena dapat anda saksikan bahwa saya sedang menikmati hari libur saya bersama isteri di Cipanas. Itu bukan karena kami kebanyakan duit sehingga kami berfoya-foya dan bertamasya-tamasya, tapi isteri saya sedang mengikuti acara Presiden di Istana Cipanas. Dia harus merekam-rekam perkataan Bapak Presiden dan menulis-nuliskan ucapan beliau supaya dapat kiranya orang membaca. Karena bagaimana caranya orang bisa membaca apa yang dikatakan orang lain?

Sementara isteri sibuk dengan urusannya, saya pun begitu pula. Saya sedang sibuk. Dari tadi saya sibuk bertidur-tidur di dalam mobil sembari menunggu-nunggu. Lihatlah cara tidur saya yang revolusioner ketika mata tertutup dan mulut terbuka. Biarlah yang penting saya pulas! Pun begitu sebelum dan sesudahnya, saya kembali sibuk menggelar acara makan-makan. Dengan siapa? Tentu saja dengan diri saya sendiri. Salah anda sendiri kenapa tidak mau ikut dengan saya ke sana. Kemudian setelah makan-makan, saya minum-minum sendiri tanpa saya harus bermabuk-mabukan. Karena itu merusak kesehatan kata bang haji.

Saya pun lalu menghidup-hidupkan telepon genggam saya yang memang sengaja saya matikan karena low-bat. Oh, itu ada sms masuk dari kepala bagian. Dia menyampaikan bahwa acara penutupan temu wicara akan diadakan di ruang Libra, Hotel Sultan pada pukul 11.00. Tolong sampaikan pada teman-teman dan kru MKTV katanya. Oh, kiranya saudara tahu, maksud saya saudara ada memahami bukan maksud saya menyebut anda tahu, saya menghidupkan itu hape jam 12 siang. Oh, maafkan saya wahai teman-teman dan kru MKTV karena saya telat menyampaikan berita itu. Tapi amanat adalah amanat, jadi saya kirimkan itu pesan kepada semua teman-teman saya.

Si Kencana ternyata ada membalas. Sudah tau, orang yang menyampaikan itu sekarang ada di sebelahku, katanya. Lalu kalau begitu kenapa tidak kau tanya sendiri pada orangnya, duhai Kencana? Kemudian isteri saya pun ada menelpon-nelpon. Dia bilang acaranya mungkin lebih lama karena Presiden baru menyampaikan sambutannya di akhir acara. Aduh bunda... itu sih bukan sambutan tapi penutupan. Tapi yang namanya tugas, bukankah harus dilaksanakan sebaik-baiknya? Kau tunggulah disana dan bersabar. Itu jawaban saya.

Tak lama setelah berakhir itu percakapan melalui telepon, si isteri ada kirim sms. Dia memberita-beritakan kalau ada Sujiwo Tedjo di sana menjadi salah satu juri. Saya balas saja sms itu karena kalau menunggu anda yang balas pasti butuh waktu lama dan anda pasti tidak tau nomor telepon si isteri saya yang satu-satunya itu. Saya bilang sama si isteri untuk tanya ke dia kapan naek haji lagi. Si isteri kirim sms lagi, cuma bilang mau minta foto bareng katanya, tapi si isteri malu. Dia juga tanya ke saya loh emangnya dia udah naek haji? Terus kalo naek haji lagi emangnya kenapa?

Aduh si bunda. Mana yayah tau dia udah naek haji apa belon. Kami berdua juga tidak saling mengenal toh. Tanya aja sama dia bukan sama yayah dong, sih, lah, deh. Lalu saya kirim-kirim sms kembali. Saya bilang ke si isteri, keluarin semua isi tas terus masukin kepala dia ke situ, ke dalem tas baru kemudian minta foto bareng. Saya juga minta dia tanya apa si Tedjo itu udah naek haji terus kapan naek haji lagi. Kemudian handphone pun saya mati-matikan.

Bunda... apakah bunda sedang sibuk? Kalo sedang sibuk kenapa atuh masih kirim-kirim sms? Kenapa bunda rajin sekali merekam dan membuat transkripsi dari perkataan orang lain? Kapan bunda ada merekam perkataan suamimu ini? Kemudian ditranskripsikan agar supaya orang bisa tau kalo yayah ini suami yang baik?

24 Agustus 2008

I Dewa Gede Palguna

18 Agustus 2008

Saya masih di kantor setelah pelantikan Hakim Konstitusi di Istana Negara. Saya masih harus memotret acara pisah sambut Hakim pada malam harinya. Saya juga masih mengantuk karena tidak ada kerjaan.

Apa yang saya kerjakan sebelum acara Pisah Sambut itu tidak perlu rasanya saya ceritakan. Karena saya sendiri pun tidak tahu karena saya tertidur. Wah, ternyata matahari telah menghilang. Ternyata hari telah malam meskipun tidak terdengar burung hantu yang suaranya merdu. Acara itu pun dimulailah. Oleh siapa? Oleh pembawa acara tentunya.

Acara itu sendiri diisi dengan peluncuran buku karya hakim yang purna tugas. Tentunya mereka juga memberikan sambutan. Baik hakim yang akan melepas jabatan maupun hakim yang akan menggantikan. Ada yang sambutannya panjang, ada yang pendek. Ada yang serius, ada yang seurieus maksudnya membuat seuri atau ketawa. Di antara hakim yang akan pensiun adalah seorang I Dewa Gede Palguna. Tepatnya Yang Terhormat Mantan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.

Luar biasa hakim satu ini. Ada kejujuran saya rasakan dalam kata perpisahannya, ada ketulusan dalam bahasanya. Kenapa saya jadi serius begini? Biarlah sekali tempo boleh. Dengan rendah hati yang tulus dia bilang sebenernya dia tidak berharap jadi hakim konstitusi karena dia sebenernya mencalonkan orang lain. Itulah nasib, Pak. Kalau Bapak bilang dari dulu, biar saya yang jadi hakim. Pada akhir kata perpisahannya beliau berulang kali meminta maaf kalau ada kesalahan yang beliau buat. Dengan menyitir ucapan komedian terkenal Bob Hope, beliau mengatakan kalau beliau belum pernah bertemu orang yang tidak menyenangkan selama bertugas, mungkin beliaulah orang yang tidak menyenangkan itu.

Sungguh sesuai nama beliau. Dewa dan Gede. Beliau layaknya seorang Dewa dengan keilmuannya tapi beliau juga Gede dengan kerendah hatian. Hanya orang besar yang mau mengakui kesalahannya dan meminta maaf dan mengucapkan terimakasih. Saya pun termasuk orang besar karena meminta maaf dan mengucapkan terimakasih baru saja. Ah, biarlah saya ini apalah.

Pun begitu pada saat acara berakhir dan Ibu Palguna diminta untuk foto bersama ibu hakim lainnya, Pak Palguna yang ganteng dengan kumis tebalnya itu mau berganti posisi dengan Sang Ibu untuk menggendong anaknya yang tertidur lelap. Beliau tidak sungkan atau rikuh untuk itu. Sungguh saya salut sekali.

Seperti biasanya, jika ada peluncuran buku hakim saya akan berburu tanda tangan hakim tersebut. Kali ini karena ada enam hakim dan karena saya tidak menerima paket buku mereka, saya harus mencari cara bagaimana mendapatkan tanda tangan penulis. Satu target utama, Bapak I Dewa Gede Palguna. Tapi mana buku untuk ditandatangani? Akhirnya saya nekad masuk ke satu ruangan di samping aula di mana buku sebelum dibagikan diletakkan. Tuhan tolong saya! Satu buku saja! Punya Pak Palguna! Tolonglah! Ternyata Tuhan mendengar permohonan saya baru saja. Maafkan saya rekan-rekan yang bertanggung jawab atas buku-buku tersebut. Jika buku itu ada yang hilang satu, maka itulah saya yang ada mengambil.

Pun saya berhasil mendapatkan tanda tangan beliau. Tak hanya secoret tanda tangan, beliau juga menulis “To Yogi. Terima kasih karena telah memotret saya di setiap kesempatan. I Dewa Gede Palguna.” Hwarakadah, sungguh saya terharu yang teramat sangat sekali. Beliau ternyata perhatian dengan apa yang orang lain lakukan. Beliau juga mau menghargai sekecil apapun yang dilakukan orang kepadanya.

Kepada Yth, Bapak I Dewa Gede Palguna. Tulisan yang saya buat ini pastilah jauh dari tulisan yang Bapak buat dalam buku-buku Bapak yang diluncurkan malam itu. Tapi adalah ini satu bentuk penghormatan dan penghargaan saya kepada Bapak. Kelak Bapak menjadi salah satu orang penting di Republik ini, saya akan ceritakan kepada anak keturunan saya bahwa seorang I Dewa Gede Palguna pernah memuji saya untuk suatu pekerjaan yang remeh temeh.

Istana Negara yang katanya Untuk Rakyat

18 Agustus 2008

Sabtu lalu saya ada berkunjung ke Istana Negara. Bukan karena saya ingin bertemu Presiden, bukan pula Presiden yang ingin bertemu saya. Adapun saya kemana karena tugas mulia untuk mengabadikan kejadian yang terjadi melalui lensa yang terletak di ujung kamera digital yang saya bawa memang untuk acara itu. Aduh, panjang sekali. Singkatnya saya bertugas memotret Pelantikan Hakim Konstitusi.

Semua sudah siap. Sudah siap semua. Lihatlah kami pun berangkat menuju kesana. Berenam dalam satu mobil, berbondong-bondong di siang bolong dengan perut yang agak kosong. Pukul satu siang waktu itu, kami pun tiba sebelum acara dimulai. Rencananya acara tersebut akan berlangsung pada pukul dua siang. Siapakah yang merencanakan? Saya tidak tahu dan tidak mencari tahu karena buat apa? Anda juga tidak mau tahu.

Yang namanya istana, pengamanannya pun harus ketat. Kalau tidak ketat, nanti bisa kedodoran. Itu sih tali kolor, bukan istana. Tapi istana juga harus ketat pengamanannya meskipun bukan tali kolor. Ketika datang, kami harus menukarkan kartu identitas kami sendiri dan bukan identitas orang lain apalagi makhluk lain, dengan kartu tamu. Cilakanya saya tidak bawa dompet. Padahal di dalam dompet tersebut terdapat KTP, SIM, STNK, kartu nama wartawan televisi yang cantik-cantik, slip pembayaran dengan kartu debit, slip penarikan uang dari sebuah bank di negara ini. Buat apa juga saya ceritakan hal ini? Tidak pentinglah, jangan dibacalah, lewatkanlah.

Karena kami datang secara rombengan. Maksudnya rombongan orang-orang rombeng. Saya ada diberi ijin untuk masuk oleh bapak petugas yang raut mukanya diseram-seramkan pada orang asing, termasuk pada kami meskipun kami bukan orang asing, kami orang pribumi asli. Bapak, lain kali jangan seperti itu, ah! Siapa tau saya ini teroris yang berniat tidak baik. Kalau begitu bagaimana? Bapak juga bukan yang harus bertanggung jawab?

Kemudian kami harus melewati detektor logam yang bentuknya seperti pintu gerbang menuju negeri antah berantah. Semua isi kantong harus dikeluarkan semua. Inilah masalah itu, uang logam di kantong saya sangat banyak sekali. Butuh waktulah saya untuk mengeluarkan semua. Untung saja saya tidak disuruh menghitung jumlah uang tersebut, bagaimana mungkin? Membaca saja aku sulit. Ternyata setelah bersusah payah, detektor logam itu masih tetap berbunyi ‘tulalit!’. Jadilah saya harus digeledah pake tongkat yang juga merupakan detektor logam. Ampun, Pak! Saya bukan teroris. Lihatlah secara saksama, tampang saya berbeda bukan dengan Amrozi atau Ali Ghufron atau Imam Samudera? Apakah ada merk teroris tertera di muka saya? Tentu tidak. Mohon maaf kepada bapak yang mengantri di belakang saya untuk digeledah karena saya butuh waktu yang lama. Lagipula siapa suruh bapak ada di belakang saya? Kalau bapak ada di depan saya, pastilah bapak tidak harus menunggu lama.

Lolos dari gerbang pertama masuk mulut buaya. Bukan itu, maksudnya masuk gerbang kedua dengan prosedur yang sama. Tidak usahlah saya ceritakan bagaimana prosesnya karena sama saja dengan sebelumnya. Anda pasti bisa membayangkan sendiri apa yang terjadi ketika saya harus mengeluarkan seluruh uang logam saya, kunci-kunci saya dan semua isi kantong saya, dan mesin itu tetap berbunyi dan saya harus digeledah kedua kalinya dan saya tetap yakin kalau saya bukan seorang teroris. Anda pasti pula bisa membayangkan apa yang terjadi selanjutnya, ketika saya dengan tergopoh-gopoh mengejar teman-teman lain setelah digeledah, ketika saya terengah-engah mencapai mereka itu. Untuk itu tidak perlu kiranya saya ceritakan kembali. Gunakan saja imajinasi anda.

Suasana dalam istana masih seperti dulu. Masih sepi dan lengang. Ruang upacara masih ditata seperti semula. Presiden pun masih tidak berada di sana. Entah di mana Beliau berada. Tempat untuk wartawan elektronik pun masih seperti dulu di tempat seperti dulu pula. Kami mulai ancang-ancang pasang kamera dan mencari posisi yang bagus. Sekonyong-konyong ada seorang bapak yang menghampiri kami dan menanyakan surat ijin kami. Kata dia untuk melakukan dokumentasi di istana memerlukan ijin khusus. Ternyata beliau mengaku dari biro pers istana. Wahai bapak, angkuh sekali dirimu itu. Tidak sadarkah engkau dengan program ‘istana untuk rakyat’? Wahai bapak, apakah bapak ada mengetahui bahwa Tuhan pun tidak membutuhkan ijin khusus dari umatnya yang menyebarluaskan dokumentasi mengenai keberadaan-Nya. Tuhan saja tidak meminta surat tertulis ketika umatnya ingin menyebarluaskan Firman-Nya, perkataan-Nya. Mengapa bapak seperti itu? Mungkin karena bapak adalah seorang manusia. Mungkin karena bapak punya rasa, punya hati.

Apakah bapak khawatir bahwa dokumentasi tersebut akan kami gunakan untuk hal-hal yang tidak terpuji? Kami beritahukan bahwa kami berasal dari lembaga tinggi negara yang terhormat yang sejajar dengan Presiden. Atau apakah bapak mengharapkan kami memohon atau mengemis pada bapak untuk salinan dokumentasi acara tersebut, acara yang sebenarnya adalah acara kami, dengan hakim kami, dengan pimpinan kami, dengan imbalan sejumlah uang? Ambilah ini uang receh yang ada di kantong saya.

Kelak kalau saya jadi Presiden, saya tidak akan melakukan hal tersebut. Siapa saja boleh memotret dengan kamera mereka sendiri, merekam dengan kamera video mereka sendiri, merekam dengan alat perekam mereka sendiri tentunya. Selama hal itu dilakukan dengan tertib dan tidak brutal dan tidak digunakan untuk hal yang tidak pantas. Oleh sebab itu saudara-saudara, doakan saya agar bisa menjadi Presiden. Pililah saya ketika saya mencalonkan diri dalam Pemilu yang entah kapan.

Merdeka Atau...........

15 Agustus 2008

Udah bulan Agustus lagi. Ada apa sih istimewanya bulan Agustus? Kenapa di sepanjang jalan depan rumah mertua saya pinggirnya dipasang banyak umbul-umbul? Kenapa sih jalan sempit yang sering dilalui motor dengan bunyi bising dan agak ngebut yang bikin orang susah untuk jalan kaki dengan santai apalagi untuk jogging diperbaiki? Ditambal yang bolong-bolong dihaluskan yang kasar-kasar?

Katanya sih bulan Agustus ini adalah bulan keramat karena pada bulan inilah Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Hal-hal yang menyangkut pemindahan kekuasaan akan dilakukan secara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Baiklah. Tapi apakah yang namanya perbaikan itu harus menunggu momentum seperti ini? Apakah perbaikan itu harus selalu berkaitan dengan perayaan kemerdekaan?

Kalo anda adalah seorang pemburu hadiah, bulan ini mungkin jadi bulan yang istimewa karena banyak sekali perlombaan dijembreng. Setiap kantor bisa jadi mengadakan perlombaan. Dari yang ilmiah seperti lomba membuat robot atau sekadar karya tulis, sampai yang ecek-ecek seperti panjat pinang atau makan kerupuk. Tapi kalo anda Cuma seorang yang menyukai kerumunan masa, ya bisa juga sih anda menikmati bulan Agustus ini secara istimewa pula.

Sontak pada bulan ini, indeks harga diri nasionalisme meningkat secara signifikan di bursa efek kebangsaan. Setiap orang kini bangga menjadi bangsa Indonesia. Dengan ikatan pita merah putih di lingkar kepala masing masing. Masak iya di lingkar kepala orang lain? Hebatlah pokoknya!

Lihat pula itu istana negara yang mulai berbenah. Semuanya dirapikan semua.rumput sudah dipotong. Tembok-temboknya udah dibersihkan, panggung udah dipasang buat upacara bendera, toilet umum sudah dipasang dan dipamerkan di pinggir jalan yang melintang di depan istana itu juga. Mungkin supaya orang tau kalo di situ ada toilet umum, jadi orang yang mengikuti upacara tidak bingung mencari toilet jika membutuhkannya untuk maksud tertentu. Lagipula kalau semuanya menggunakan toilet yang ada di istana, kasihan pak presiden kalo tiba-tiba juga merasakan hasrat yang sama tapi harus ikut mengantri di depannya.

Lalu bagaimana dengan saya? Ah, saya sih biasa ajah. Saya tidak cukup pandai untuk ikut lomba karya tulis. Saya tidak cukup kreatif untuk ikut lomba bikin poster. Untuk ikut lomba panjat pinang pun saya tidak cukup kuat. Apalagi ikut lomba makan kerupuk, saya malas. Mungkin kalau ada lomba atau kontes orang termalas saya bersedia ikut. Tapi ada nggak ya? Panitia yang mengadakannya pun pasti orang-orang malas. Jadi lombanya tidak akan terurus dengan baik karena mereka malas. Hadiahnya pun pasti tidak ada karena panitianya malas untuk membeli.

Saya cukup menjadi orang Indonesia yang baik sajalah. Saya cukup menjadi orang yang tau bersyukur karena ada satu bulan Agustus di setiap tahun. Setidaknya ada cukup waktu untuk perbaikan fasilitas walaupun hanya pada bulan ini saja. Selebihnya saya tidak ambil pusing. Setiap hari saya bangga kok menjadi orang Indonesia walaupun Bahasa Indonesia saya belum baik dan benar. Apakah anda telah menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar secara berkesinambungan? Ah, saya rasa belum. Bukan begitu?

Ke Dokter

08 Agustus 2008

Udah tiga hari anak gue buang-buang air. Sehari bisa buang air sampe tujuh kali. Mana lagi sekarang musim kemarau. Air susah dicari. Tapi itu pun jauh lebih baik daripada buang-buang duit. Itu gue punya isteri udah puyeng aja mikirinnya. Mungkin dia mikir kalo kelamaan anak gue buang-buang air, dia bisa kurang tidur karena harus sering ganti popoknya. Belum lagi mikirin duit buat beli popoknya. Yang terakhir kali dia beli aja belon gue ganti pengeluarannya….hihihi…. kasian amat ya jadi istri gue. Tapi gue yakin dia gak berpikir seperti itu, dia cuma khawatir soal kondisi anak kami. Bunda kan baik hati.

Ada yang bilang kalo anak kecil sering buang air besar itu tandanya ilmunya mau nambah, gue juga bingung bil susah untuk percaya. Emang anak gue kursus waktu di dalem perut? Biarlah. Karena gue juga sebenernya khawatir, gue setuju dengan pendapat isteri tercinta untuk membawa Tya ke dokter. Lagipula apa dayaku untuk menolak permintaan tersebut secara dia itu kan ibunya, gue cuma investor.

Jadilah kami pergi berkunjung ke Pak Dokter. Setelah gue minta ijin pada atasan gue yang baik hati dan tentunya tidak sombong, kami berthreesome pergi pada pagi hari yang cerah itu. Syahdan si dokter memulai prakteknya jam 7 pagi. Wah rajin banget si dokter cari duit, tentu itu cuma perkataan gue dalem hati. Kami tiba dengan kompaknya jam 8. ternyata eh ternyata itu si dokter belum. Akhirnya si dokter itu muncul jam 8 pagi. Sewaktu dia seharusnya mengakhiri masa prakteknya pagi itu.

Ah, akhirnya datang juga giliran kami. Masuklah kami kesana, ke tempat kau berada wahai dokter. Waktu dibilang masalahnya, si dokter cuma menyarankan agar supaya anak gue tidak dikasih makanan padat dulu dan ganti susunya dengan yang rendah laktosa. Dia tulis resep dengan tulisannya yang lebih jelek dari tulisan gue, mungkin biar gue gak bisa baca atau gue terpacu untuk nulis lebih baik lagi, udah selesai. Segitu aja kami harus keluar uang 80 rebu.

Emang sih gue sadar kalo gue itu ada berkunjung ke dokter bukan tempat mencari kepuasan. Tetap saja gue tidak puas. Gak ada penjelasan yang ilmiah yang sulit gue cerna dengan kemampuan gue yang pas-pasan, yang membuat gue merasa pantas mengeluarkan uang sebanyak itu. Dokter payah!

Cacatan ke Turki - Prologue

PROLOGUE


5 Juni 2008

Suatu hari di bulan Mei. Gue sedang sibuk di ruang kerja gue, media center MKRI. Tiba-tiba secara tak terduga dan sekonyong-konyong telepon di ruangan berbunyi. Melalui alat deteksi yang ada di telepon itu diketahui bahwa si penelpon adalah sekretarisnya Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi. Singkat cerita, itu memang benar dari sekretarisnya Bapak Janedjri M. Gaffar, sang Sekretaris Jenderal dan isi pesan dari percakapan di telepon itu mengatakan bahwa beliau ingin bertemu diriku.

Sebenernya sih gue gak suka dipanggil Sekjen. Bukan kenapa, tapi saat ini gue cuma CPNS, belum jadi Sekjen. Yah…suatu hari nanti lah. Tapi karena ini adalah masalah serius, gue dengan sukarela menyerahkan diri untuk bertatap muka dengan Bapak Sekjen. Gue udah tau kalo beliau itu orang yang baik hati, akan tetapi kalo seseorang diminta menghadap beiliau tanpa orang lain itu bisa jadi pertanda buruk. Apa salah dan dosaku?

Emang biasanya kalo seseorang diminta menghadap Sekjen, yang bersangkutan berarti telah melakukan kesalahan fatal. Tapi gue bukan orang yang biasa, itu gak ada hubungannya dengan kesalahan gue. Beliau cuma ingin meminta gue ke rumahnya untuk mengajarkan (atau mengajari? Entahlah) pelajaran Bahasa Inggris untuk persiapan ujian nasional. Tapi gak cuma itu, ada pesan berikutnya dari beliau yang sangat mengejutkan.

Beliau berkata singkat “Kamu berangkat ya, ke Turki!” gue terhenyak, gue syok tapi gue senenglah. Kesamber petir gue kalo bohong! Beliau bilang gue berangkat pertengahan Mei sekitar tanggal 12. Gue mau bilang apa, toh gue juga belon pernah ke luar negeri hehehe… tapi beliau minta informasi itu dirahasiakan dulu

Gue berusaha tenang karena gue pikir gue masih punya waktu lama untuk mempersiapkan mental, dan yang lainnya. Gue mengira waktu itu masih bulan April. Ternyata gue cuma punya waktu beberapa hari untuk mempersiapkan semuanya. Ternyata juga gue berangkat berdua dengan Pak Muhidin, Kepala Bagian Administrasi Perkara.

Keesokan harinya berita itu sudah menyebar. Bapak, sumpah mati bukan saya yang menyebarkan informasi tersebut! Mungkin karena gue ngetop kali ya? Eh, bukan. Mungkin karena MK itu instansi yang kecil jadi berita apa pun cepat menyebar. Atau mungkin karena gue akan berangkat dengan seorang ikon MK. Biarlah, toh gue harus menyiapkan banyak hal terutama paspor dan dokumen lainnya.

Banyak sekali orang baik di MK ini. Gue harus berterima kasih pada banyak orang yang memberi informasi baik apa yang harus dipersiapkan, bagaimana prosedur di bandara, apa yang harus dibawa dan lain sebagainya. Mereka bilang semuanya akan baik-baik saja. Gue harus anggap ini adalah liburan dan bukan tugas. Terima kasih, teman-teman atas segalanya.

Ini adalah penugasan pertama gue secara individu. Ini adalah pengalaman pertama gue naik pesawat. Ini juga pertama kalinya gue punya paspor. Itu berarti perjalanan ini adalah pertama kali gue ke negeri lain. Gue udah menduga bahwa perjalanan ini akan menjadi sesuatu yang menakjubkan dan tak dapat terlupakan. Dan dugaan gue itu menjadi kenyataan.

Cacatan ke Turki - 1

YOU WILL NEVER WALK ALONE

13 Mei 2008

Siapa pernah nyangka kalo gue akhirnya bisa mewujudkan impian gue sejak kecil. Emang gak muluk-muluk, gue cuma pengen bisa naek pesawat dan pergi ke luar negeri. Well ada lagi sih yang lain, jadi Presiden RI tapi gue kudu tunggu sampe usia gue minimal 40 tahun seperti ketentuan di UUD 1945.

Mungkin emang udah rejeki gue, sekalinya naek pesawat ke luar negeri yang jauh. Dengan banyak pertimbangan yang gue sendiri gak tau, gue diminta menemani Pak Muhidin untuk study banding ke Turki. Turki memang salah satu negara yang pengen gue kunjungi kalo bisa ke luar negeri. Selain mayoritas penduduknya muslim yang akan memudahkan gue untuk mencari makanan Halal, Turki juga punya peranan dalam penyebaran agama Islam. Banyak monumen yang cantik, selain wanitanya yang emang cantik. Lagi-lagi siapa pernah nyangka.

Siapa juga pernah nyangka kalo gue akan pergi dengan satu orang yang sangat populer di Mahkamah Konstitusi RI. Banyak sekali bantuan yang gue terima. Terlepas dari bantuan dana yang mungkin memang seharusnya gue terima, seluruh orang di Mahkamah Konstitusi tiba-tiba diributkan dengan keberangkatan kami. Gak cuma staf, bahkan sampai Bapak Tito Sujitno yang merupakan seorang Kepala Biro Umum ikut kami repotkan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih.

Siapa pernah nyangka kalo teman-teman di Mahkamah Konstitusi sangat perhatian dengan kesulitan temannya yang awam dengan kegiatan di airport. Pemberitahuan keberangkatan kami yang sangat mendadak, waktu persiapan kami yang sangat terbatas ternyata tidak menjadi halangan bagi kami karena ada teman-teman yang sangat perhatian dan siap membantu. Gue sempet agak khawatir dengan apa yang harus gue kerjakan setibanya gue di Bandara Soekarno-Hatta. Sekonyong-konyong rekan-rekan di bagian Protokol mengulurkan tangan mereka untuk membimbing kami. Mereka membantu pengurusan surat ke Sekretariat Negara dan Departemen Luar Negeri, mereka juga membantu pengurusan paspor dinas dan tiket keberangkatan kami. Bahkan mereka juga membimbing kami sampai titik terakhir yang dapat mereka lakukan di airport. Untuk pak Putra, Kang Asep dan Kang Medi saya ucapkan terima kasih.

Pun begitu dengan perjalanan kami. Awalnya gue mengira kalo begitu masuk pesawat kami sudah harus melepaskan ke-Indonesiaan kami karena gue naik maskapai penerbangan asing dengan awak kabin yang tidak bisa berbahasa Indonesia, dengan peraturan yang akan disampaikan dalam bahasa Inggris. No Bahasa. Siapa yang pernah nyangka, ternyata instruksi dalam pesawat Emirates yang kami naiki disampaikan dalam banyak bahasa termasuk Bahasa Indonesia. Kalau pun tidak, ternyata ada juga awak kabin yang berasal dari Indonesia. Sayang kami gak pernah bercakap-cakap.

Siapa pernah nyangka kalo ternyata sejak di bandara kami bertemu dengan orang-orang yang kami kenal. Ketika kami sudah Boarding dan sedang menunggu keberangkatan pesawat, kami bertemu dengan orang penting yang wajahnya cukup familier buat kami. Ternyata dalam pesawat yang sama, ada rombongan anggota DPR yang terhormat. Salah satunya adalah Bapak Patrialis Akbar. Beliau merupakan sosok yang sangat perhatian dengan MKRI selain memang beliau juga ramah. Gue tiba-tiba merasa tenang. Kalau sampai terjadi apa-apa, setidaknya ada yang bisa kami mintakan bantuan.

Siapa yang pernah nyangka juga kalo di Bandara Changi Internasional di Singapura ketika transit Pak Muhidin bertemu dengan salah seorang mantan muridnya. Muridnya tersebut ternyata ikut dalam rombongan anggota dewan yang terhormat untuk menuju Argentina. Memang ternyata dunia itu sempit.

Siapa pernah nyangka kalo setibanya kami di Dubai untuk transit lagi kami sempat bertemu Konjen Indonesia untuk Dubai. Memang kami tidak saling mengenal, tapi setidaknya kami sudah lapor secara informal keberadaan kami di Dubai.

Siapa pernah nyangka kalo gue kepikiran untuk menarasikan perjalanan ini ketika kami sedang beristirahat di Dubai. Memang pada saat ketikan ini gue buat, kami sedang dalam masa transit 8 jam sebelum terbang lagi ke Istanbul dan diteruskan ke Ankara.

Ah… memang siapa pernah nyangka…

Cacatan ke Turki - 2

SURPRISE…SURPRISE!!!

13 Mei 2008

Ternyata transit selama 8 jam di Dubai International Airport tidak separah yang gue bayangkan. Seperti yang banyak orang beritakan, Dubai telah menjelma menjadi sebuah wilayah yang sangat maju. Begitu pula dengan airportnya. Selain sangat luas dan tertata rapi, Bandara Internasional Dubai juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai. Kalo kita mau belanja, di sana tersebar banyak toko. Ada yang bebas cukai ada juga yang masih dikenakan cukai atas barang yang dibeli. Mungkin ada yang berpikir masalah mata uang. Ternyata berkat kecanggihan teknologi, kita juga bisa membayar menggunakan VISA elektronik. Gue beli air minum tiga botol yang notabene tidak sampai satu dolar pun bisa membayar menggunakan kartu debit tersebut.

Kalo anda lapar, banyak resto dan café. Jangan khawatir dengan selera, jika anda merupakan orang yang pemilih soal makanan ada resto internasional seperti McDonald maupun Dunkin Donut. Bahkan jika anda harus transit lebih dari 4 jam dengan menggunakan Emirate Airways ada satu lokasi yang akan menyediakan makanan gratis. Sayangnya kami tidak mencoba. Selain karena perut yang masih kenyang, gengsi dong masa pegawai Mahkamah Konstitusi minta makanan gratis. Emangnya gak dibekali duit untuk beli makan.

Lebih mengejutkan lagi, mereka telah mengantisipasi kelelahan para penumpang pesawat dengan menyediakan sleeping lounge. Jangan membayangkan hotel kalau mendengar kata tersebut. Tapi juga tidak separah kamp pengungsi perang. Mereka menyediakan banyak kursi yang bisa kita gunakan untuk meluruskan kaki. Cukup nyaman, apalagi untuk orang yang tidak mau mengeluarkan biaya. Ada juga sih hotel di Airport tersebut kalo anda punya gengsi tinggi dan mengutamakan kenyamanan serta punya dana melimpah.

Sebelum mendarat di Dubai, gue cukup merasa malu dengan tingkah segerombolan wanita asal Indonesia. Mereka itu mungkin TKW. Ternyata di Dubai gue ngeliat gerombolan lain yang lebih parah. Orang-orang India ternyata juga gak kalah semrawut. Mereka dengan tenang mengkudeta sleeping lounge tersebut untuk tidur. Gak jarang juga yang menggunakan selimut. Gue jadi kepikiran apa di India terjadi perang ketika gue berangkat dan membuat orang-orang itu minta suaka politik ke Dubai. Tapi memang bandara di Dubai sangat nyaman.

Dalam perjalanan lanjutan ke Istanbul, gue pun mendapatkan kejutan lain. Ternyata dalam pesawat yang sama ada satu orang pramugari yang cantik yang berasal dari Indonesia. Ada kemajuan lah dari sebelumnya cuma instruksi aja yang berbahasa Indonesia. Mbak Eva yang katanya berasal dari Bali tersebut ternyata (lagi) baru menjalani penerbangannya yang pertama. Luar biasa bukan? Dalam perjalanan yang pertama langsung ketemu gue. Dengan adanya mbak Eva, yang pasti nama depannya bukan Maria, gue cukup nyaman minta apa aja dalam bahasa Indonesia.

Tapi puncak kejutan terjadi di bandara Ataturk, Istanbul. Entah siapa yang harus disalahkan, tetapi hampir saja kami tidak sampai di Ankara. Setiba kami di Istanbul, kami harus melewati pos pemeriksaan paspor untuk yang kesekian kali. Antriannya panjang sekali. Karena semua penumpang Emirates Airlines dengan tujuan kemana pun harus melewati pos yang sama. Karena kami ingin mengikuti tradisi bangsa yang sudah maju dengan mengantri, kami harus menunggu cukup lama. Setelah selesai pemeriksaan paspor, kami langsung mengambil bagasi kami. Tanpa dinyana, ketika barang bawaan kami sudah lengkap, waktu sudah menunjukkan pukul 8 waktu setempat. Itu juga saat yang sama dengan penerbangan kami dari Istanbul ke Ankara. Itu berarti kami telah ketinggalan pesawat. Itu berarti kejutan terbesar ketika kami diharuskan membeli tiket yang baru oleh petugas di bagian check-in.

Gue gak bisa bayangin kalo kami berangkat dengan pembiayaan yang semula diberikan kepada kami yaitu 30 USD sehari atau sekitar 630 USD selama 21 hari. Bagaimana kami sanggup membeli tiket seharga 400 Euro atau sekitar 600 USD atau sekitar 6 juta rupiah lebih jika cuma ada 630 USD di kantong kami? Mungkin aja bisa, tapi selama kami di Ankara sampai kembali ke Jakarta, kami cuma bisa minum air kran, dan tidak bisa membeli oleh-oleh. Hidup dengan sekitar 10 USD seminggu tidak mudah disini.

Setelah berusaha menghubungi beberapa kontak kami baik di Turki maupun di Indonesia. Kami mendatangi pusat penjualan tiket untuk meminta kejelasan. Pada awalnya petugas penjual tiket juga tidak mau bertanggung jawab karena dia bilang itu kesalahan Emirates bukan kesalahan mereka. Beruntung kami memesan tiket dari Jakarta dan tercantum bahwa pembelian tiket tersebut menggunakan Euro. Karena Euro dianggap sebagai mata uang tertinggi, maka petugas di bagian penjualan tiket dengan sigap menyediakan tempat buat kami di penerbangan selanjutnya.

Seharusnya kami tiba di Ankara sekitar pukul 9 atau 10 malam waktu setempat. Berhubung ada masalah tadi, kami baru bisa berangkat pukul 11 malam dan tiba tanggal 13 Mei 2008 di bandara Esenboga, Ankara sekitar tengah malam. Gue gak bisa ngebayangin kalo Mr. Janedjri M. Gaffar yang mengalami hal tersebut. Beliau memang ada punya rencana ke Turki dua minggu sekembalinya kami ke Jakarta. Semoga beliau tidak mengalami cobaan yang sama, atau semoga beliau berbaik hati mengajak seorang dari bagian Protokol ke Turki untuk membantu perjalanan beliau.

Bandara sudah sepi pada saat kami mendarat. Hanya ada beberapa orang sekuriti dan seorang petugas troli yang bisa disewa dengan harga 1 euro. Memang banyak supir taksi di luar bandara, tapi secara umum sudah sepi. Setelah mengambil koper, kami keluar dengan bertanya-tanya dalam hati siapa gerangan yang akan menjemput kami. Kami tidak ada sanak saudara yang bisa dimintai pertolongan, KBRI di Ankara juga sudah tutup. Pada kenyataannya, kekhawatiran kami tidak menjadi kenyataan. Sudah ada dua orang berdasi yang sedang menunggu kedatangan seseorang.

Benar adanya. Mereka sedang menunggu kedatangan kami. Surprise! Ternyata seorang dari mereka yang berbadan tinggi besar, yang memasang wajah serius, yang berdasi merah, yang gue gak kenal, adalah Sang Sekretaris Jenderal Anayasa Mahkemesi atau Mahkamah Konstitusi Republik Turki. Gue sempet ngerasa gak enak hati. Gue ketemu dengan seorang petinggi dari institusi terhormat di negeri orang sementara gue ini tidak lebih dari seorang CPNS. Udah gitu gue belon mandi sejak keberangkatan dari Jakarta. Tapi cuek aja lah. Dia ini yang nyium bau badan gue. Setelah meninggalkan bandara dengan menggunakan kendaraan yang sangat bagus, kira kira seperti VW Caravelle, kami diajak untuk makan malam. Mereka bilang pada jam sedemikian tidak ada lagi makanan di hotel. Luar biasa penyambutan bagi kami.

Bapak-bapak dari Anayasa Mahkemesi, kami tidak dapat membalas budi baik bapak-bapak sekalian. Semoga Mahkamah Konstitusi dapat menjamu delegasi dari Anayasa Mahkemesi ketika berkunjung ke Jakarta sebaik anda menjamu kami. Kami akan beritai Sekretaris Jenderal kami tentang hal ini.

Cscatan ke Turki - 3

TURKI…OH TURKI

14 Mei 2008

Turki pada saat ini sedang mengalami musim semi. Saat terbaik untuk berkunjung kata pendamping kami saat penjemputan. Cuaca cerah yang kadang di selingi hujan, pohon-pohon mulai kembali menghijau, suhu udara yang sejuk dan relatif dingin untuk orang Jakarta yang biasa hidup dibakar di bawah matahari yang sudah banyak buka cabang.

Turki ternyata sangat indah. Tidak seperti berita yang pernah gue denger waktu di Jakarta bahwa Turki itu gersang. Bahkan saat pertama melayang di atas negara ini dalam pesawat Boeing 777, kami sudah dapat menikmati keindahannya. Berbeda dengan Jakarta yang relatif datar, Istanbul dan Ankara berada di daerah yang berbukit. Sayangnya gue sampe saat ini belum punya kesempatan berkelana di kedua kota tersebut. Mungkin nanti akan gue coba.

Jalan raya di Turki sangat mulus dan lebar, seperti jalan tol lingkar luar di Jakarta. Di beberapa titik, gue teringat dengan gambaran yang gue terima tentang jalan raya di beberapa negara di Eropa. Tapi gue sangat terkagum-kagum karena di sini masih terdapat banyak taman kota yang indah. Jauh lebih indah dari taman Monas atau taman Situ Lembang yang ada di Jakarta. Kapan ya, Jakarta punya taman kota yang representatif?

Meskipun begitu, mungkin ada beberapa hal yang bisa dibanggakan dari Indonesia. Yang pertama gue perhatikan adalah bandara, karena itu adalah tempat pertama yang gue kunjungi setiba kami di Turki. Bandara Ataturk yang merupakan satu bandara internasional masih kalah kalo dibandingkan dengan Soekarno-Hatta. Kami bahkan menyamakan bandara tersebut dengan Bandara di Surabaya atau kota lainnya. Bandaranya kecil tapi memiliki lapangan parkir pesawat yang sangat luas. Ketika kami hendak menaiki pesawat untuk penerbangan domestik, kami harus menaiki shuttle bus dari tempat boarding menuju pesawat. Memang di dalam bis paling lama kami hanya 5 menit, tapi itu menunjukkan luasnya lapangan parkir pesawat di bandara tersebut. Jujur gue sendiri gak tau tentang penerbangan domestik dari bandara Soekarno-Hatta, tapi gue pribadi ngerasa banyak yang harus dibenahi di Ataturk untuk bisa disebut bandara internasional.

Selain itu kelebihan orang Indonesia adalah keramahtamahannya. Di sini gue susah banget mendapatkan pelayanan yang dilengkapi dengan senyuman. Waktu gue bertanya tempat pengambilan koper dari bagasi di Ataturk, solusi yang gue dapet cuma disuruh mengikuti tanda yang sudah disediakan. Tanpa senyum. Pun begitu waktu gue di check point yang akhirnya gue ketinggalan pesawat, tidak ada senyuman. Mungkin begitulah adat di sini, semua orang tampangnya serius. Dua kali gue makan di restoran, dua kali juga gue menyadari hal tersebut. Apa sih susahnya senyum?

Soal makanan, gue baru nyoba beberapa hidangan. Pertama kali yang diberikan ke gue itu semacam sup dari lentil (kacang polong). Gue gak tau apa namanya, maklum aja gue cuma dikasih. Rasanya cukup enak, seperti sup krim asparagus yang biasa gue nikmati di Pizza Hut. Gurih tapi karena dibuat dari kacang polong, teksturnya agak kasar. Kalau gak hati-hati, bisa tersedak waktu suapan pertama. Untuk sarapan pertama kami juga mendapat sup dengan tekstur yang sama kasarnya, tapi kali ini rasanya asam karena dicampur pasta tomat. Cukup menyegarkan. Selain itu makanan tidak terlalu aneh. Nasi yang semalem diberikan dan ditemani beberapa potong lamb chop rasanya gak jauh dari nasi kebuli. Semua serba gurih, danging kambing potongan itu pun rasanya cuma dimasak dengan garam, merica dan mentega. Sederhana sekali. Yang berbeda mungkin sarapan. Pagi ini gue cuma makan beberapa potong smoked beef, telor rebus 2 buah, beberapa kerat roti dan dua macam keju. Buat gue itu gak masalah, tapi buat rekan seprofesi gue mungkin itu gak nendang. Maklum dia orang dengan reputasi internasional tapi dengan selera lokal.

Bagaimana pun ini baru penilaian awal gue tentang Turki. Bisa berubah setelah beberapa hari. Yang pasti suka gak suka gue akan tetap di sini sampai tiga minggu ke depan. Semoga gue betah.

Cacatan ke Turki - 4

86…LANJUT DAAAAN…

14 Mei 2008

Program kunjungan gue di Turki harusnya udah mulai pada hari ini. Tapi berhubung gue baru sampe hotel jam 3 pagi maka pihak Mahkamah Konstitusi Turki memutuskan untuk menunda program sampai besok hari. Mereka sangat paham bahwa kami butuh banyak istirahat sebelum memulai program kami. Jadi sebenernya hari ini gue bebas.

Tadinya gue mau jalan-jalan tapi berhubung semua rambu lalu lintas berbahasa Turki maka gue dan Mr. Muhidin memutuskan hanya tinggal di apartemen aja. Gue takut nyasar terus keluar-keluar ada di Arab seperti keinginan Pak Muh. Kalau pun ada kegiatan hari ini gue cuma berkunjung ke Kedutaan Besar RI di Ankara dan berkunjung ke Mahkamah Konstitusi. Rencananya malam ini ada acara makan malam bersama sekretaris jenderal MK Turki.

Lagi pula apartemen kami yang memang dikhususkan untuk para hakim baik konstitusi maupun bukan terletak di wilayah yang cukup sepi. Karena jauh dari keramaian, gue males kalo harus keluar jalan-jalan. Mungkin nanti gue akan jalan-jalan mencari keindahan wanita. Meskipun apartemen ini disebut berkualitas bintang 5, tapi menurut gue gak jauh dari hotel bintang 3 yang ada di Bandung, tempat dimana Tya anak gue diproses. Gue dikasih di lantai 1 kamar 112 sementara Gus Muh berada di lantai 6 tepatnya kamar 161.

Tapi sejelek-jeleknya, tetap aja lebih baik daripada harus mencari sendiri. gue dilayani dengan cukup baik. Gak ada yang lebih istimewa dari makanan gratis dan tidur nyenyak bukan?

Mungkin karena diperuntukkan bagi orang terpandang dan terhormat, pengamanan di sini cukup ketat. Ketika baru mau masuk kita harus minta dibukain pintu pagar secara elektronis pada penjaga yang ada. Hampir sama dengan di Indonesia yang pake portal. Enaknya di sini mobil gak perlu diperiksa pake kaca kaya kelakuan temen gue waktu SMP yang mau ngintip celana dalem temen perempuan. Penjaganya sendiri tidak main-main, mereka berteman dengan senjata laras panjang yang selalu dekat di hati. Coba kalo iseng kita bandingkan dengan keamanan di Indonesia. Satpam di hotel atau di pusat perbelanjaan cuma dilengkapi pentungan. Gimana bisa aman? Kalo ada pencuri kendaraan yang kemudian kabur, apa iya mereka mau ngelempar pentungan?

Oh iya, pihak kedutaan cukup baik menerima kami seperti seharusnya. Kami banyak bertanya tentang Turki dan akan dijadwalkan akan bertemu Bapak Awang Bahrin, Duta Besar Indonesia tapi waktunya belum dijadwalkan. Ternyata kedutaan di sana cuma menempati satu gedung dengan 3 lantai. Sempit banget. Bagusnya gedung itu sudah menjadi hak milik jadi gak mungkin digusur atau dipindah.

Selepas dari kedutaan, kami mengarah ke Anayasa Mahkemesi yang letaknya tidak jauh dari KBRI. Ini cuma kunjungan informal aja. Gak ada agenda yang mau dikerjakan. Ternyata keamanan memang seperti menjadi perhatian utama di Turki. Ketika memasuki Anayasa Mahkemesi kami dihadapkan dengan mesin sinar x dan detektor metal. Pihak keamanan sudah siap memasang wajah sangar. Kalo bukan karena undangan, gue gak mau masuk kesana. Di MKRI, metal detector seperti itu cuma dipasang sebelum memasuki ruang sidang. Setelah itu kami harus melewati palang otomatis seperti yang banyak terdapat di halte busway. Bukan main keamanannya, atau mungkin itu pertanda pentingnya Anayasa Mahkemesi dalam tatanegara Turki.

Selain bertemu Sekjen, kami akhirnya bertemu Mr. Bahadur yang kami kenal melalui email dan suara saja sebelumnya. Dia cukup bersahabat dan beliau memiliki ketertarikan dalam mempelajari Bahasa Indonesia. Selain beliau kami juga bertemu beberapa Judge Rapporteur. Dalam pertemuan itu kami membahas sedikit tentang program yang akan kami lakukan. Kami juga dibekali beberapa materi tentang Turki yang dikemas dalam tas cantik berbahan kulit. Terima Kasih banyak.

Lokasi kantor kami ada di lantai 6, di ruang tersebut selain gue dan Gus Muh ada satu orang Judge Rapporteur yang siap membantu kami. Ruangnya cukup sempit tapi menyenangkan. Judge Rapporteur lainnya juga ada di lantai yang sama. Jadi kalau kami membutuhkan sesuatu kami bisa minta pertolongan mereka.

Turki memiliki bangunan yang cukup unik. Di apartemen kami, lift memiliki pintu yang harus dibuka dan ditutup secara manual seperti jaman dulu. Lain di apartemen, lain di Anayasa Mahkemesi. Di sana setiap lantai hanya ada 1 toilet. Kalau lantai 6 toiletnya diperuntukkan bagi wanita, maka toilet lantai 5 khusus untuk laki-laki dan begitu seterusnya berselang-seling.

Cukuplah segitu tentang toilet. Kami juga melihat ruang sidang Pleno yang berbeda dengan di MKRI. Di sini ruang sidang tidak berbeda jauh dengan ruang kuliah. Di bagian depan memang ada meja panel hakim dan di depan meja panel hakim ada meja kecil yang mungkin untuk panitera. Kursi untuk pengunjung dibuat seperti di bioskop di Indonesia dan tanpa pembatas. Asumsi gue, karena masyarakat Turki cenderung lebih tertib maka pagar pembatas tidak dibutuhkan. Entah benar atau tidak.

Kami juga sempat melihat ruang rapat permusyawaratan hakim. Mereka membuat ruang RPH yang kedap suara. Selain dilengkapi bantalan tebal di pintu, mereka juga membuat pintu berlapis. Sehingga ketika kita membuka pintu masuk pertama kita juga harus membuka pintu kedua. Kerahasiaan pasti terjamin.

Serunya lagi di dalam ruang tersebut dipasang dua kamera CCTV. Pernah gak ya ada penampakan yang tertangkap kamera seperti di MKRI. Selain itu mereka juga menyediakan proyektor kalau ada yang ingin menampilkan slide powerpoint. Di sisi ini gue melihat MKRI harus belajar membenahi ruang RPH. Selain keamanan yang pasti terjamin karena cuma hakim dan judge rapporteur yang bisa masuk, dokumentasi mereka juga terjaga dengan adanya CCTV yang merekam seluruh pembicaraan dalam ruangan. Ditambah lagi, tidak ada TV dalam ruangan. Tidak seperti di Indonesia. Gue menilai ini menunjukkan keseriusan mereka dalam bekerja. Bukan gue mau bilang kalo hakim konstitusi di Indonesia tidak serius, tapi buat apa ada TV ketika bekerja? Gue acungkan empat jempol untuk itu.

Jadi kesimpulan gue hari ini, Turki sangat concern dengan keamanan. Meski itu membuat gue agak kurang nyaman, tindakan preventif seperti itu layak dilakukan dan mungkin begitulah seharusnya.

Cacatan ke Turki - 5

MAHMOUD BEY

16 Mei 2008

Dalam bahasa Turki Bey atau Bay artinya Tuan atau mister. Mahmoud Bey atau tuan Mahmud (bukan berarti Mamah Muda) bukan siapa-siapa. Dia bukan orang dari kalangan terhormat, tapi perlu gue hormati. Mahmoud Bey bukan orang kecil karena postur tubuhnya tinggi besar bahkan cenderung tambun. Mahmoud Bey juga tidak terlalu ganteng, tapi juga gak bisa dibilang jelek. Mahmoud Bey punya tampang yang khas Turki dengan garis wajah yang keras, sedikit sangar, terkesan serius meskipun dalam hatinya dia orang yang baik.

Itulah Mahmoud Bey yang selalu setia menjemput kami setiap pagi hari pukul 09.30 waktu Turki. Itulah Mahmoud Bey yang gak pernah telat untuk berada di ATGV Hakim evi tempat kami menginap. Itulah Mahmoud Bey yang selalu tergesa-gesa waktu mengendalikan mobil supaya baik jalannya. Itulah Mahmoud Bey yang berusaha untuk mengantar kami tepat waktu sampai di kantor. Itulah Mahmoud Bey yang selalu salip kiri dan salip kanan di tengah lalu lintas Ankara yang sebenarnya tidak pernah macet seperti Jakarta.

Percuma gue jelaskan tentang Mahmoud Bey yang selalu ingin berkomunikasi dengan kami meskipun dia cuma fasih bahasa Turki. Percuma juga gue jelaskan tentang usaha Mahmoud Bey untuk berkomunikasi meskipun dengan bahasa gerak tubuh ditambah Bahasa Inggris terpatah-patah dengan logat yang agak sulit dipahami yang baru dia pelajari di dalam kendaraan, waktu lampu merah di perempatan jalan sedang menyala, waktu dia sedang tidak sibuk. Percuma gue jelaskan tentang Mahmoud Bey yang menjadi bukti bahwa bahasa hati lebih universal daripada bahasa verbal.

Apa anda kenal dengan Mahmoud Bey yang tidak pernah mengeluh dalam melayani kami? Apa anda kenal dengan Mahmoud Bey yang selalu meminta gue duduk dengan tenang ketika kami sedang menunggu Pak Muhidin untuk tiba di lobby hotel? Apa anda kenal dengan Mahmoud Bey yang tersenyum tulus dan dengan gerakan tangannya berusaha meyakinkan kami bahwa dia tahu arah dan jalan tercepat untuk mencapai tempat tujuan kami?

Pasti anda tidak akan tahu siapa Mahmoud Bey yang diam-diam ikut sholat Jumat bersama kami di tengah lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat yang sekuler. Pasti anda tidak tahu siapa Mahmoud Bey yang mengajarkan gue menggunakan mesin pemoles sepatu yang terletak di satu pojok dekat resepsionis hotel tempat kami bermalam. Pasti anda tidak akan tahu siapa Mahmoud Bey yang selalu agak kecewa kalo kami membuka dan menutup pintu mobil tanpa bantuan dia dan pasti anda tidak akan tahu siapa Mahmoud Bey yang agak terheran-heran waktu gue duduk di samping dia dalam mobil ketimbang duduk di belakang bersama Pak Muhidin.

Memang anda tidak perlu tahu dan gue gak perlu memberitahu anda siapa Mahmoud Bey karena dia bukan siapa-siapa. Dia cuma seorang supir yang bertugas mengantar Sekretaris Jenderal Anayasa Mahkemesi dengan tugas tambahan untuk menjemput dan mengantar dua orang tamu tempat dia bekerja.

Cacatan ke Turki - 6

ANAYASA MAHKEMESI

16 Mei 2008

Seandainya saja Mahkamah Konstitusi seperti Anayasa Mahkemesi yang ketika jam kerja tidak ada orang yang berlalu-lalang di koridor tanpa kerjaan selain office boy dan cleaning service dan pengantar minum. Semua orang berada di ruangan masing-masing yang kerap kali tertutup. Bukan untuk main game di komputer atau chatting lewat fasilitas komputer, tapi mereka sibuk bekerja.

Seandainya saja Mahkamah Konstitusi seperti Anayasa Mahkemesi yang setiap siang menyediakan makan siang lengkap untuk seluruh hakim dan pegawainya. Makan siang lengkap itu dimulai dengan makanan pembuka yang dapat berupa bermacam sup dan disusul dengan makanan inti lalu ada makanan penutup. Tidak hanya itu, acara makan siang diakhiri dengan secangkir teh atau kopi atau the herbal. Para pegawai tidak perlu keluyuran mencari makan di warung-warung di luar kantor sehingga waktu kerja mereka akan lebih efektif. Makan siang bersama juga bisa digunakan untuk membahas pekerjaan yang belum selesai ketika jam makan siang sudah tiba. Para pegawai juga punya kesempatan untuk saling bertegur sapa dan berbincang-bincang secara langsung tanpa harus bergantung pada keberadaan komputer.

Seandainya saja Mahkamah Konstitusi seperti Anayasa Mahkemesi yang jarang sekali pulang lewat waktu. Semua orang masuk kantor tepat waktu dan pulang pun tepat waktu. Penggunaan listrik bisa dikurangi dan semua orang masih memiliki waktu untuk keluarga. Mungkin bukan hanya listrik yang bisa dihemat, air bersih pun bisa dihemat ketika orang sudah meninggalkan kantor pada waktu yang telah ditentukan. Begitu pula dengan hari libur. Tidak ada kegiatan di kantor berarti penghematan.

Seandainya saja Mahkamah Konstitusi seperti Anayasa Mahkemesi yang jarang mengadakan rapat yang tidak efektif. Rapat yang cuma untuk mendengarkan hal yang sama berulang kali. Semua pegawai akan dapat menjalankan tugasnya dengan lebih fokus tanpa terbebani masalah pembuatan kebijakan institusi yang seharusnya dapat dilakukan oleh seorang atau beberapa orang pejabat tertentu saja.

Seandainya saja Mahkamah Konstitusi seperti Anayasa Mahkemesi yang tidak pernah mengadakan kegiatan selain yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi institusi tersebut. Tidak ada acara pinjam meminjam gedung untuk acara seseorang atau kelompok orang tertentu yang tidak ada sangkut pautnya dengan lembaga tersebut secara langsung. Jadi orang tidak bingung apakah itu lembaga terhormat atau event organizer yang bernama seperti sebuah lembaga terhormat.

Seandainya saja Mahkamah Konstitusi seperti Anayasa Mahkemesi yang memiliki seorang pemimpin yang ramah dan rendah hati. Seorang yang tidak mencari popularitas dan tulus mengerjakan tugasnya hanya demi kepentingan institusi tanpa mempedulikan kepentingan pribadi. Seluruh bawahannya pasti akan meniru untuk mengerjakan tugas secara tulus dan tentunya akan menghormati atasannya tanpa harus diminta atau merasa takut.

Seandainya saja Mahkamah Konstitusi seperti Anayasa Mahkemesi yang telah berusia 47 tahun dan bertahan diantara sekian banyak amandemen konstitusi. Gue yakin empat puluh tahun ke depan Mahkamah Konstitusi akan jauh lebih baik daripada Anayasa Mahkemesi.

Cacatan ke Turki - 7

TAMAM…TAMAM

18 Mei 2008

Gue sangat beruntung bisa dikirim ke Turki. Mungkin gue harus sangat berterimakasih sama Bapak Janedjri M. Gaffar yang mengijinkan gue menemani Gus Muh kesini. Di sini gue baru merasakan nikmatnya jadi orang Indonesia. Biasanya yang gue tau kalo ada TKI di negeri orang, beritanya kalo gak disiksa, disiram air panas, atau disuruh kerja tanpa digaji. Orang Indonesia, terutama kami berdua, di Turki sini kami dianggap seperti sodara. Setidaknya mereka merasa sodara seiman karena mereka tau mayoritas orang Indonesia beragama Islam. Sangat menyenangkan dianggap sodara seiman di tengah negara yang mengaku sekuler.

Selain di Anayasa Mahkemesi, banyak sekali yang gue pelajari dari perjalanan ini. Gue sebelumnya gak pernah tau kalo bunga tulip itu asalnya dari Turki. Memang negara yang terkenal dengan sebutan Negeri Bunga Tulip adalah Belanda yang pernah menjajah bangsa Indonesia selama 350 tahun. Dasar penjajah! Mereka tidak memberitahu kita kalo mereka sebenernya udah mencuri identitas bangsa lain. Waktu hari Jumat 1(16/5) gue diajak berkeliling kota dengan ditemani dua orang kawan yang menjabat Judge Rapporteur di Anayasa Mahkemesi. Maaf kalo gue lupa nama sodara sekalian, memang ini adalah kelemahan gue. Pertama kami diajak ke sebuah galeri seni. Sebenernya gue gak ngerti apa-apa soal seni tapi ya sudahlah gue nikmati aja. Di situ kami dihadapkan dengan sekelompok lukisan bunga tulip yang indah. Di situ kami juga diceritakan bahwa dinasti Ottoman yang dulu berkuasa di Turki terkenal dengan dinasti bunga tulip. Pada waktu itu ratusan jenis bunga tulip dapat ditemui di Turki. Kemudian Belanda mengambil beberapa jenis untuk digandakan di negeri kincir tersebut. Karena keterusan bunga tulip justru sekarang lebih banyak ada di Belanda ketimbang di Turki. Sekali lagi, buat orang Belanda, malu dong kalian mengakui identitas negara lain.

Selain itu siapa yang nyangka kalo kata ‘yoghurt’ itu juga asalnya dari Turki. Di Bandung ada satu tempat favorit gue yang menjual yoghurt aneka rasa. Gue gak pernah peduli darimana asal muasal benda yang berasal dari susu yang difermentasi tersebut. Ternyata sekarang gue baru tau. Pengertian yoghurt di Turki sangat berbeda dengan pengertian orang Indonesia tentang benda yang sama. Kalo di Indonesia, yoghurt itu bentuknya cair menyerupai susu dan biasanya telah dipermanis dan diberi rasa. Ternyata di Turki, yoghurt itu bentuknya kental hampir menyerupai krim kocok. Kalo udah diencerkan dengan tambahan air, namanya berubah menjadi ‘ayran’. Kedua benda tersebut merupakan sajian favorit di Turki di setiap hidangan makan. Keduanya juga dinikmati dingin dan tanpa ditambah gula. Jadi rasanya asam-kecut sebagaimana layaknya.

Gue juga baru tau kalo penduduk Turki merupakan penggila teh dan kopi. Teh atau yang dalam bahasa Turki disebut Çay (chay) disajikan dalam gelas mungil yang lucu ditemani dua bongkah gula. Orang Turki bisa minum sampe dua puluh gelas teh setiap hari. Setiap gelas teh yang disajikan itu biasanya sangat pekat. Gak seperti di Indonesia, apalagi di warteg, teh cuma buat pewarna aja. Di Turki teh juga jadi minuman sosial. Setiap ketemu kawan atau rekan kerja atau siapa saja, pasti mereka akan ditemani secangkir teh.

Begitu juga dengan kopi yang juga menjadi minuman andalan. Bahkan orang Turki wajib minum kopi setelah sarapan. Bahkan kata Bahadir Bey, sarapan yang dalam bahasa Turki disebut ‘Kahvalte’ berasal dari dua kata; ‘kahve’ yang berarti kopi dan ‘alte’ yang artinya sebelum. Jadi secara harfiah, sarapan itu berarti ‘sebelum kopi’. Luar biasa bukan? Sekedar informasi, kalo kita ada di café atau restoran dan kita memesan kopi, biasanya kita akan ditawarkan dua macam kopi, nescafe atau kopi turki.

Yang dimaksud dengan nescafe itu kopi instan seperti yang banyak di supermarket di Indonesia. Yang berbeda adalah kopi Turki. Dari cara masak, cara menyajikan dan rasanya sangat unik. Secara tradisional, bubuk kopi Turki dimasukkan kedalam cangkir kecil bertangkai panjang yang terbuat dari tembaga kemudian diguyur dengan air mendidih. Setelah beberapa saat, kopi itu dituang kedalam cangkir, yang lagi-lagi, mungil. Kopi itu udah bisa dinikmati dengan tambahan beberapa bongkah gula. Rasanya? Memang berbeda dengan kopi di Indonesia yang biasanya wangi, kopi Turki cenderung kurang kuat wanginya. Tapi waktu pertama masuk tenggorokkan, wuih...pahit dan kental banget. Mak nyosss...mata langsung terang, jantung berdebar, kepala sedikit pusing. Tapi kalo udah beberapa kali, apalagi kalo gratis, rasanya enak banget. Mungkin karena gratis kali ya...

Lanjut dengan perjalanan gue keliling kota, gue sempet mampir di salah satu mall di Turki yang ternyata ada ruang untuk resepsi pernikahan. Gak penting sih memang, yang hebat adalah bangunan disebelahnya Atakuleye (dibaca ‘atakulee’ dengan bibir sangat memble). Atakuleye itu seperti Monas, sebuah menara yang dari atasnya kita bisa melihat seluruh kota. Ternyata banyak sekali gedung yang didepannya digantung bendera. Bukan dikibarkan tapi digantung dari atas gedung ke bawah dengan ukuran yang sangat besar. Gak jarang juga di sampingnya ada foto Mustafa Kemal Ataturk, Bapak bangsa Turki. Gue sangat kagum dengan nasionalisme bangsa Turki.

Terlepas dari bendera dan foto bapak bangsa, di setiap titik di kota Ankara sangat kentara sekali aroma Turki. Banyak tempat makan yang menjual kebap yang merupakan makanan asli Turki meskipun ada beragam jenis kebap yang dijual. Terlebih lagi semua toko menggunakan bahasa Turki daripada sok menggunakan bahasa Inggris. Coba liat Jakarta yang udah gak berasa ada di Jakarta. Banyak nama tempat yang menggunakan bahasa Inggris ketimbang bahasa Indonesia. Rumah di pinggir kali aja sekarang namanya River Side View. Belon lagi soal makanan, jarang ada rumah makan yang khusus jual makanan betawi yang lengkap dengan kerak telornya. Emang bener kata Prof. Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi, bahwa orang Indonesia sekarang udah krisis identitas. Kita cuma bisa niru kebudayaan orang lain dan dicampur aduk sedemikian rupa.

Mungkin kita harus niru Turki dalam urusan kebangsaan dan identitas negara. Mungkin kita emang butuh seorang figur yang dikagumi dan dihormati seluruh bangsa Indonesia. Mungkin butuh waktu lama agar bangsa dan negara kita bisa dibilang ‘Tamam...Tamam’


*) Tamam : Baik, oke

Cacatan ke Turki - 8

MR. KAYA YANG KAYA

19 Mei 2008

Dalam bahasa Indonesia, Kaya berarti memiliki banyak. Kaya harta berarti memiliki banyak harta, kaya ilmu berarti memiliki banyak ilmu, tapi kaya hati bukan berarti memiliki banyak hati. Kaya hati berarti orang tersebut memiliki hati yang mulia.

Kira-kira begitu juga orang yang bernama Mehmet Oguz Kaya ini. Beliau adalah seorang Judge Rapporteur yang diberi tugas tambahan sebagai Sekretaris Jenderal Anayasa Mahkemesi. Sebagai seorang Judge Rapporteur, beliau sudah pasti banyak ilmu. Di Turki tidak sama dengan di Jakarta. Itu sudah pasti. Menjadi seorang Judge Rapporteur bukan soal yang mudah. Semua Judge Rapporteur sebenernya adalah hakim di institusi peradilan yang lain. Memang di Anayasa Mahkemesi mereka hanya bertugas memberikan seluruh informasi yang dibutuhkan Hakim Konstitusi tentang perkara yang mereka tangani. Dengan bantuan Judge Rapporteur, para Hakim Konstitusi yang terhormat hanya perlu berdiskusi untuk menghasilkan putusan yang terbaik untuk semua pihak. Begitulah tugas seorang Mehmet Oguz Kaya. Tentu tidak sembarangan dia dipercaya sebagai seorang Judge Rapporteur di Anayasa Mahkemesi. Dia tentu memiliki kapabilitas dan kompetensi untuk berada di posisi tersebut. Jadi bolehlah kiranya kalau kita menganggap dia sebagai seorang yang kaya ilmu.

Tentu juga tidak sembarangan kalo dia dipercaya untuk mendapat tugas tambahan sebagai seorang Sekretaris Jenderal di sebuah institusi terpandang dan tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Turki. Sekali lagi, tentu dia memang kaya ilmu sehingga dia ditunjuk untuk menduduki posisi itu. Ada barang tentu ada harga, begitu kata orang. Maksudnya tugas tambahan yang diberikan kepadanya tentu juga diimbangi dengan tambahan penghasilan. Gue belon pernah tanya berapa gaji sebagai seorang Judge Rapporteur di Turki. Setidaknya gue bisa bayangin kalo hampir semua Judge Rapporteur memiliki kendaraan yang bagus, berarti mereka mendapatkan penghasilan yang jauh di atas rata-rata masyarakat lainnya. Nah, apalagi kalo seorang Judge Rapporteur ditambah tugasnya dengan menjabat posisi Sekretaris Jenderal. Gak salah kalo gue bilang seorang Mehmet Oguz Kaya memang seorang yang kaya akan harta.

Tapi bukan kekayaan atau keilmuan yang menentukan kualitas seseorang. Sikap dan kepribadian seseoranglah yang menjadikan seseorang itu dihormati atau tidak. Di sini kualitas seorang Mehmet Oguz Kaya melebihi kekayaan akan harta dan ilmunya. Dari sejak gue pertama ketemu dengan beliau, gue udah dibuat sungkan dan terperangah dengan kekayaan hati beliau. Mungkin udah pernah gue ceritakan bagaimana Mr. Kaya mau bersabar menunggu kami di bandara Esenboga meskipun kami telat tiga jam dari rencana semula. Memang itu bukan salah kami, tapi tetap kami merasa tidak enak dengan beliau karena biar bagaimana beliau adalah seorang Sekretaris Jenderal. Belum lagi kalau melihat penampilan kami yang lusuh dan tidak karuan setelah perjalanan panjang dan (maaf) kami belum mandi. Gue yakin tidak akan menemukan seorang Sekretaris Jenderal seperti Mr. Kaya di belantara Jakarta.

Gue terus dibuat terkesima dalam perjalanan dari Bandara ke tempat kami makan malam. Semula kami dijadwalkan langsung ke apartemen, tapi beliau berpikir kalo kami butuh makan malam sebelum kami beristirahat dan tidak mungkin kami mendapatkan makanan di apartemen pada tengah malam seperti itu. Sehingga beliau meminta sang pengemudi memutar halauan menuju sebuah restoran. Luar biasa sekali perhatian beliau.

Hal tersebut ditambah lagi dengan cara beliau duduk di dalam VW Caravelle yang membawa kami. Beliau mau bersusah payah menghadap ke belakang meskipun kursi dalam mobil tersebut tidak dibuat untuk bisa menghadap ke belakang. Kami merasa semakin sungkan. Sementara kenyataan bahwa kami belum mandi semakin membuat kami memojokkan diri supaya bau badan kami tidak mengganggu, dia terus menatap kami dan mengajak kami berkomunikasi dengan bantuan Bay Mustafa Baysal dengan ramah.

Dengan pertimbangan beliau pula kami memutuskan untuk tidak memulai program kami pada pagi harinya. Biarpun begitu kami menyempatkan diri mengunjungi Anayasa Mahkemesi. Mr. Kaya tidak henti-hentinya membuat kami terkesima. Dengan penyambutan yang ramah kami membahas program kerja kami dan kami diberi oleh-oleh sebuah tas cantik. Mungkin memang itu tradisi di Anayasa Mahkemesi, tapi untuk seorang pegawai seperti gue itu merupakan sebuah penghargaan yang tinggi.

Malamnya kami diberi kesempatan oleh Mr. Kaya untuk mencicipi sajian tradisional di sebuah restoran yang paling terkenal di Ankara. Di situ kami bertemu beberapa kolega yang juga berprofesi sebagai Judge Rapporteur. Kami tidak pernah mengira kalau kami akan diajak ke restoran yang sebagus itu. Mungkin kalo Sekretaris Jenderalnya bukan Mr. Kaya, kami hanya akan diajak makan di restoran yang seperti ketika kami baru menjejakkan kaki di Ankara.

Sejak saat itu, setiap kami bertemu di kantor, kami diajak bersalaman dengan cara khas keislaman yaitu dengan berpelukan. Itu menunjukkan keakraban antara kedua belah pihak. Itu berarti ada sentuhan emosional antara keduanya. Itu berarti Mr. Kaya telah menganggap kami sebagai kawan akrab atau bahkan sodara. Itu berarti bahwa Mr. Kaya menganggap kami setara dengan beliau. Itu berarti bahwa Mr. Kaya memang orang yang kaya hati. Itu berarti sekali lagi gue harus mengucapkan terima kasih.

Kemarin kami lagi-lagi merasakan keramahan dan kemurahan hati seorang Mr. Kaya. Kemarin kami diajak beliau mengunjungi Safran Bolu yang merupakan tempat yang bersejarah. Kemarin kami juga kembali dihadiahi oleh beliau sebuah baju yang dibuat oleh tangan dan sebuah sajadah cantik di Safran Bolu. Kemarin, dalam hati, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Mr. Kaya. Kemarin, juga dalam hati, kami mengatakan bahwa kami tidak dapat membalas kemurahan hati anda Mr. Kaya dan mungkin hanya Allah yang bisa. Kemarin kami mendoakan semoga Mr. Kaya akan semakin kaya.