Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

LEAN ON ME


Dalam agama apapun dogma semacam ini pasti dikenal. Peran Tuhan dalam kehidupan manusia, apalagi manusia Indonesia, sangat signifikan. Begitu pula peranan Tuhan atau Allah dalam kehidupan gue. Meskipun gue sepenuhnya sadar dan tidak dibawah tekanan untuk mengatakan kalau ibadah saya masih ala kadarnya. Tetap saya percaya sama kekuatan besar yang tidak terlihat yang mengatur kehidupan manusia.

Ada berbagai teori tentang bagaimana peran Tuhan dalam kehidupan manusia. Ada yang bilang, manusia itu tidak ubahnya sebagai boneka tali yang dikendalikan Tuhan. Segala sesuatu yang dilakukan manusia itu sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. dalam teori ini manusia tidak dapat melakukan selain apa yang telah diatur. Tapi ada juga yang mengatakan kalau manusia itu berkehendak bebas. Tuhan diposisikan sebagai juri yang melihat dari kejauhan. Ia adalah penilai akhir tentang apa yang dilakukan manusia. Jika manusia itu berbuat baik maka akan ada hadiah di kemudian hari; begitu juga jika manusia berbuat jahat maka akan ada sanksi yang menunggu. Saya memilih posisi di antara kedua teori tersebut. Buat saya, Tuhan telah menentukan garis akhir perjalanan kita, rejeki kita, umur kita dan jodoh kita. Tapi saya juga melihat hidup manusia seperti perjalanan sebuah cerita yang dirancang sendiri oleh kita sebagai manusia. Setiap pilihan yang kita buat, akan mengubah alur cerita. Setiap tindakan akan memberi nuansa lain dari cerita hidup kita. Tetap saja, kisah akhir sudah disiapkan oleh Tuhan.

Meskipun begitu, Tuhan tidak lepas tangan dan membiarkan manusia melaksanakan kehendaknya secara sebebas-bebasnya. Tuhan tetap memberi rambu-rambu secara tersamar. Itu tidak lain agar manusia tidak sepenuhnya menyerahkan diri pada nasib tanpa mau berusaha. Tuhan juga dapat melakukan intervensi dalam nasib manusia. Tentu saja jika kita memintanya melalui perantaraan doa.

Saya juga percaya dengan ajaran yang mengatakan bahwa Tuhan itu seperti prasangka kita. Jika kita berprasangka baik, maka Tuhan itu baik. Namun sebaliknya, jika kita berprasangka buruk, Tuhan itu buruk. Untuk saya, tidak ada alasan untuk menuduh Tuhan dengan segala yang buruk. Saya yakin Tuhan ingin mengajarkan atau menyadarkan kita melalui cobaan yang diberikan-Nya. Selalu ada sesuatu yang bisa dipelajari dari setiap kesedihan dan cobaan.

Saya baru saja mendapat berita kalau aplikasi beasiswa S-2 saya di Australia ditolak. Sementara itu, istri saya yang mengajukan aplikasi beasiswa yang sama, di universitas yang sama, dan dengan program studi yang sama berhasil lolos. Itu artinya dalam waktu dekat, istri saya akan terbang ke Australia menuntut ilmu seorang diri.

Di satu sisi, itu adalah berita baik bagi kami sekeluarga. Melanjutkan studi di luar negeri memang telah menjadi impian istri saya sejak lama. Saya tidak berniat menghalanginya karena saya adalah suami yang baik. Di sisi lain, ini juga menjadi berita buruk. Permasalahannya, bagaimana dengan anak kami yang bulan Maret mendatang baru akan berusia satu tahun? Haruskah istri saya membawanya serta karena istri saya merasa berat untuk berpisah dengan anak? Atau haruskah anak kami berada di Indonesia dengan kondisi jauh dari kasih sayang ibunya?

Setelah melihat dari berbagai sisi, di antaranya agar tidak mengganggu konsentrasi belajar istri saya, kami memutuskan bahwa anak kami tetap berada di Indonesia. Ini akan menjadi babak baru dalam kehidupan rumah tangga kami. Sebelumnya kami tidak pernah berpisah lebih dari satu bulan. Hal ini pastinya tidak akan mudah bagi saya, istri saya dan anak saya. Biar bagaimanapun, ini adalah takdir Yang Kuasa. inilah yang sudah digariskan untuk kami. Saya tetap merasa bahwa Tuhan ingin memperlihatkan sesuatu atau hanya ingin menguji kami, bukan karena suatu hal yang buruk.

Meskipun keberangkatan istri saya baru akan terjadi sekitar 3 bulan lagi, saya sudah melihat pelajaran yang ingin Tuhan sampaikan melalui kejadian ini. Saya menyadari sepenuhnya betapa lemahnya saya sebagai seorang laki-laki. Ternyata, sehebat apapun seorang laki-laki, dia tidak akan berhasil tanpa dukungan seorang wanita luar biasa. Begitu juga dengan istri saya, dia adalah seorang wanita super yang luar biasa.

Sejak saya membuka mata di pagi hari (itupun atas jasa istri saya yang membangunkan saya), istri saya sudah sangat berjasa. Dia yang menyiapkan baju dan perlengkapan kerja saya, dia membuatkan saya minuman hangat, membelikan sarapan karena dia tau kalau saya pasti lapar. Begitu juga dalam menjalani hari, dia selalu memanjakan saya dengan perhatiannya. Bahkan ketika kami kembali ke rumah dengan badan lelah, dia masih menyiapkan makan malam untuk saya. Jika saya sudah makan sebelumnya, dia selalu setia membuatkan saya secangkir minuman hangat agar badan saya kembali segar. Lalu dia duduk menemani saya menikmati minuman tersebut di meja makan kami yang mungil. Dia ceritakan perjalanan harinya dan dia rela mendengarkan seluruh ocehan saya. Saya paham, dia pasti sangat lelah pada saat itu. Kelelahan itu mungkin baru terlihat dari betapa nyenyaknya nya dia tidur.

Itu belum seberapa. Istri saya juga sudah menjadi manajer hidup saya. Dia yang mengatur dan mempersiapkan segala yang dibutuhkan dalam kegiatan saya sehari-hari. Dia selalu mengingatkan apa yang harus dibawa atau disiapkan. Saya bahkan tidak tau secara tepat lokasi dokumen-dokumen penting meskipun itu semua ada di rumah kami yang tidak seberapa luasnya. Dia menjadi orang pertama yang ceria jika saya mendapat berita baik. Dia juga orang pertama yang menenangkan saya dan mendengarkan saya jika saya menemui masalah.

Jadi, saya tidak habis pikir kalau ada suami yang tega menganiaya istrinya. Meski ada kelakuan istri yang tidak berkenan di hati suami, saya kira apa yang telah dilakukan si istri kepadanya jauh lebih agung dari kekurangannya tersebut. Apakah si suami juga sudah sempurna sehingga menuntut suatu kesempurnaan dari si istri?

Pengalaman ini membuat saya tersadar betapa bergantungnya saya kepada istri saya. Betapa saya yang dinilai orang lain sebagai sosok yang cuek dan urakan ini, ternyata tetap mengandalkan istri. Bagaimana dengan anda dan pasangan? Seberapa penting peranan pasangan anda dalam hidup anda? Apakah anda sudah memperlakukan pasangan anda selayaknya?

SUPERHERO

Lihat itu Superman
Bisa terbang sampai ke awan
Biarpun gak ada yang menandingi
Tetap saja dia tak punya istri

Lihat itu Spiderman
Bisa nempel secara sembarangan
Memang dia punya pasangan
Tapi gak pernah punya keturunan

Aku lebih suka begini saja
Biarpun punya banyak kekurangan
Selalu ditemani istri dan anak tercinta
Daripada hebat tapi sendirian

Lihat itu para Kura-Kura Ninja
Tinggalnya saja di dalam selokan
Badannya hijau mungkin lumutan
Bagaimana bisa mereka pacaran?

Tapi Batman yang lebih kasihan
Hanya keluar di malam hari
Tanpa istri dan keturunan
Kemana mana hanya robin yang menemani

Aku lebih suka begini saja
Biarpun punya banyak kekurangan
Selalu ditemani istri dan anak tercinta
Daripada hebat tapi sendirian

Ronda

Seperti lazimnya tahun-tahun sebelumnya, di lingkungan rumah saya yang adalah milik mertua saya dilakukan piket ronda setiap bulan Ramadhan. Saya tidak tahu alasannya mengapa ronda ini hanya diadakan setiap bulan puasa. Mungkin karena bulan ini lebih banyak pahala, atau mungkin diadakan karena para penjahat merasa akan diampuni dosanya pada bulan ini jadi lebih banyak lagi kegiatan itu mereka lakukan di bulan puasa. Yang pasti pak RW menyuruh pak RT dan pak RT menyuruh warganya termasuk saya ini.

Apapun itu alasannya, sebagai warga negara yang baik dan tidak macam-macam, saya merasa berkewajiban melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya. Lagipula setiap warga negara wajib berperan serta dalam upaya bela negara. Saya takut kampung ini diklaim negara lain kalau saya tidak meronda.

Malam ini kembali jadwal saya melakukan piket ronda. Memang tidak ada kegiatan khusus selama menjalankan tugas itu selain berkeliling lingkungan satu kali dan selebihnya hanya duduk-duduk menunggu. Justru karena itu saya harus mempersiapkan bagaimana saya akan menyibukkan diri.

Saya bisa bermain game di handphone, atau mengerjakan tulis menulis di PDA saya. Kalau begitu baiklah, saya harus men-charge penuh baterai keduanya. Dengan begitu, mereka tidak akan kekurangan tenaga untuk bekerja menemani saya.

Ketika malam pun tiba, saya sudah siap untuk piket. Saya masukkan HP dan PDA ke saku celana. Kemudian saya keluar rumah. Dengan menikmati satu cup es krim yang saya beli tadi sore khusus untuk malam ini, perlahan saya membuka pagar lalu melangkah pergi.

Malam ini gerah sekali. Lihat itu mendung menggayut di langit. Ketika agak lebih sore tadi, bahkan mendung lebih tebal. Kenapa juga hujan tidak turun malam ini? Kalau malam ini hujan, pastinya tidak akan gerah seperti ini. Pastinya juga saya tidak perlu keluar rumah.

Hmm...alangkah sepinya malam ini. Kemana petugas yang lain? Apakah mereka lupa dengan tugasnya? Atau mungkin khusus malam ini ronda diliburkan? Biarlah, kalau nanti setelah saya berkeliling RT satu putaran tidak juga ada seorang lain pun, saya pulang lagi. Cukup satu putaran karena saya sudah mendapat suara mayoritas dari dalam diri saya.

Lihat itu saya memutuskan untuk duduk di sana, di ujung gang. Tempat yang kau janjikan, ingin jumpa denganku walau mencuri waktu. Lihat itu saya yang malas berkeliling dan mulai memainkan PDA. Kamu pasti tidak merasakan apa yang saya rasa. Karena saya bukan kamu, dan kamu bukan saya.

Oh, lihat itu ada 2 orang berjalan mendekat. Satu orang pencatat kehadiran piket dan satu orang entah siapa. Si pencatat kehadiran menyapa saya "Lho, sedang apa pak di luar malam-malam?" Ada apa ini? pikir saya. Saya mulai merasa ada yang salah. "Bukannya giliran saya malam ini?" jawab saya dengan ragu.

Si pencatat kehadiran mulai membuka bukunya untuk meyakinkan dirinya. Kami berdua sama-sama meragu. Namun, untunglah kami tidak merasa yang paling benar sehingga kami tidak berkelahi. "Pak Djatmiko (begitu ia memanggil saya) jadwalnya tanggal 6" jawabnya. "Lho memangnya sekarang tanggal berapa?" tanya saya basa-basi. "Sekarang baru tanggal 5, giliran bapak baru besok." katanya.

Begitulah saudara-saudari. Tanpa ngotot-ngototan, masalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Untung saja kegiatan ronda diadakan malam hari. Tidak nampaklah wajah saya yang menghitam karena malu tersebut.