Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

KENTUCKY FRIED LELE (the story of pecel ayam)

Rasanya malas sekali pulang malam itu. Bukan karena saya tidak punya rumah, bukan pula karena saya sedang bertengkar dengan si isteri. Akan tetapi, hari ini kerjaan banyak sekali. Ada beberapa berita yang harus saya terjemahkan ke dalam Bahasa Inggeris. Memang saya tidak boleh mengeluh, toh saya sudah menerima gaji plus tunjangan lainnya. Ini adalah tugas yang belakangan ini semakin banyak karena semakin banyak sidang di tempat saya bekerja. Ini adalah tugas yang karenanya banyak orang mengerti apa yang sedang terjadi, tidak hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Ini adalah tugas yang karenanya saya diganjar dengan sejumlah uang.

Tidak terasa, sudah pukul 9 malam berarti sudah 14 jam saya berada di kantor. Bayangkan, jika anda berminat untuk membayangkannya, itu berarti saya hanya punya 11 jam waktu di luar kantor. Kurangi saja dengan perjalanan dari rumah ke kantor pulang pergi selama 2 jam. Lalu kurangi dengan persiapan saya sebelum ke kantor, kira-kira 1 jam. Lalu kurangi lagi dengan waktu tidur 6 jam. HAH! Berarti saya hanya punya waktu 1 jam saja untuk mengerjakan hal yang lain. Kapan saya bisa bersenang-senang? Kapan saya bisa bermain dengan anak saya yang lucu itu? Kapan-kapan sajalah saya mengerjakan semua itu.

Itu di depan saya, Kepala subbagian saya baru saja selesai bicara dengan seseorang. Itu di sebelah kiri saya, si Wiwik masih sedang sibuk dengan urusannya sendiri. Itu saya di depan komputer si Deni masih sedang sibuk bermain game seusai bekerja keras. Itu tinggal kami berempat di ruang kerja, sementara yang lain sudah mendahului kami pulang ke rumah. Ke rumah masing-masing tentunya. Kalau semua pulang ke rumah saya, bagaimana kalau keluarga mereka mencari? Saya tidak mau dituduh sebagai Om Culik atau penyelundup manusia.

Ah, lebih baik saya pulang saja. Besok saya akan lanjut lagi, main game-nya bukan bekerja. Oh, ternyata si Wiwik pun berminat pula untuk pulang. Dia pula berminat untuk pulang bareng. Okelah saya pikir, toh dia tinggal tidak jauh dari kantor dan masih bisa satu arah pulang dengan saya. Tapi kenapa ini badan saya bergetar? Oh, ternyata ada SMS dari isteri saya. Dia memberitahu bahwa ada berita buruk, di rumah tidak ada makanan. Itu merupakan berita buruk, karena saya harus keluar uang untuk beli makan.

Sebelum si Wiwik pulang, kami memutuskan makan malam dulu di warungnya Zaini, langganan kami. Sepotong dada ayam bakar lengkap dengan sambel dan salad (maksud saya daun kemangi dan beberapa potong ketimun), sepotong masing-masing tahu dan tempe cukup menemani sepiring nasi putih dengan minuman segelas teh manis panas. Untuk makan hampir tengah malam, semua itu nikmat sekali. Apalagi pas perut sedang sangat lapar. Setelah itu barulah saya pulang dengan perasaan kenyang.

Keesokan harinya saya pergi ke kantor tanpa mendapat asupan sarapan terlebih dahulu. Akibatnya, saya lapar lagi ketika jam makan siang. Ah, tapi malas sekali aku keluar kantor. Mendingan saya minta tolong office boy kantor untuk membelikan saya sejumlah makanan. Dan itu, teman-teman saya juga berpikiran yang sama. Setelah mencapai mufakat tanpa musyawarah, kami memohon mas Budi, si office boy, membelikan kami makan di tempat yang sama agar dia tidak repot. Sekali lagi saya pesan sepotong dada ayam, tapi kali ini digoreng bukan dibakar, lengkap dengan sambal dan saladnya serta nasi putih. Untuk pertama kalinya, saya memesan menu yang hampir mirip pada kesempatan makan besar secara berturutan. Biarlah, saya pikir yang penting perut kenyang.

Sore harinya, isteri saya ada telepon saya. Dia memutuskan ke kantor saya dari tempatnya menjalani diklat. Sudah hampir satu minggu itu dia menjalani diklat di daerah Jakarta Selatan. Ketika kami dalam perjalanan pulang, dia mengatakan ingin makan lele goreng. Maka kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu baru kemudian minum sebelum pulang. Kami mencari warung yang menjual lele goreng.

Daripada saya makan lele goreng, saya memutuskan, untuk sekali lagi, memesan sepotong dada ayam goreng! Lengkap dengan sambal dan saladnya! Dengan sepiring nasi uduk. Dalam istilah sepakbola, saya sudah mencetak hattrick dalam memesan sepotong dada ayam. Sebenarnya saya ingin mengusulkan yang lain, seperti misalnya makan di KFC. Tapi, pasti lagi-lagi saya memesan sepotong dada ayam. Dan itu pasti akan mengecewakan isteri saya, karena KFC tidak menjual lele goreng tepung. Namanya juga Kentucky Fried Chicken, pastilah dia menjual ayam. Lain halnya dengan Kentucky Fried Lele, pasti dia menjual lele.