Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

Jika Kau Berkata





Jika kau berkata
Kau butuh diperhatikan
Apa itu hanya untukmu semata?
Tidakkah aku pun merasakan?


Jika kau berkata
Temani aku disini
Apa itu hanya untuk dirimu semata?
Tidakkah kau tahu aku pun sendiri?


Jika kau berkata
Kau butuh teman bicara
Apa itu hanya untukmu semata?
Dimana kau saat khayalku mengembara?


Jika kau berkata
Wanita ingin dimengerti
Apa itu hanya untukmu saja?
Tidakkah lelaki pun seperti?


Jika kau tak berkata
Dan mau membuka mata
Dan mencoba ada di sini
Kelak kau akan bisa pahami

Segelas Air Bening

Inilah segelas air bening
Yang berubah menjadi kopi
Yang menemaniku di malam hening
Saat semua beranjak sepi


Ya inilah segelas air bening
Seketika berubah menjadi teh hangat
Saat aku merasa pusing
Dan lelah hilang semangat


Inipun segelas air bening
Yang kurasakan sebagai susu
Tersaji di atas tatakan piring
Untuk segarkan badanku yang lesu


Segelas air bening untukmu
Ku berkata pada diriku
Menjadi apapun ia seperti ku minati
Dan aku berkata "Selamat menikmati"

HOMO SAPAANS

Jadi, kalau dari dulu kita belajar bahwa manusia itu termasuk kategori Homo Sapiens (entah apa itu artinya) ternyata telah ditemukan satu kategori baru yang mana manusia termasuk di dalamnya. Yaitu Homo Sapaans. Jangan coba cari artinya di kamus apa pun. Terutama kamus biologis, eh biologi. Homo Sapaans itu sendiri terdiri dari dua kata ‘Homo’ dan ‘Sapaans’. ‘Homo’ artinya sejenis dan ‘Sapaans’ itu artinya teguran atau panggilan. Jadi manusia itu adalah makhluk sejenis yang tergila-gila dengan teguran atau panggilan.

Bayangkan, jika anda memiliki waktu tapi kalau pun tidak ya anda tidak perlu merasa bersalah, berapa banyak kata panggilan yang mampir ke diri kita. Tidak lama setelah kita dilahirkan di dunia ini, orang tua kita menyandangkan beberapa kata untuk memanggil kita. Orang menyebutnya dengan ‘nama’. Ada nama panjang atau nama lengkap, kita juga punya nama pendek, nama panggilan, bahkan ada beberapa orang yang punya nama samaran.

Konon, dalam nama yang diberikan kepada kita itu mengandung harapan, doa dan semacamnya. Tapi, selain itu, nama juga sebenarnya berfungsi praktis untuk menyapa kita. Bayangkan, sekali lagi jika anda ada waktu, kalau ada 10 anak dalam keluarga dan mereka semua tak bernama, bagaimana si orang tua akan memanggil mereka? Apa semua akan dipanggil ‘anak 1’ sampai ‘anak 10’? Bahkan ‘anak 1’ itu pun sudah menjadi nama juga. 

Selain itu, ada banyak kata lain yang dikenakan kepada kita sebagai panggilan atau kata sapaan itu tadi. Misalnya kita menjadi anak dari orang tua kita, ibu dari anak kita, bapak dari anak kita, kakak dari adik kita, adik dari kakak kita, suami dari istri kita, istri dari suami kita, paman dari keponakan kita, bibi dari keponakan kita, keponakan dari paman kita, keponakan dari bibi kita, cucu dari kakek nenek kita, kakek nenek dari cucu kita, cicit dari kakek nenek buyut kita, kakek nenek buyut dari cicit kita, sepupu dari sepupu kita, menantu dari mertua kita, mertua dari menantu kita, ipar dari ipar kita, besan dari besan kita, saudara dari saudara kita, kekasih dari pacar kita.

Masih kurang? Kita juga menjadi murid dari guru kita dan guru dari murid kita, mahasiswa dari dosen kita, dosen dari mahasiswa kita, teman dari teman kita, musuh dari musuh kita, bawahan dari atasan kita, atasan dari bawahan kita, rekan kerja dari rekan kerja kita, presiden dari rakyat kita, rakyat dari presiden kita, menteri bagi presiden kita, penjual dari pembeli, pembeli dari penjual, pembaca dari penulis, penulis dari pembaca. Ah saya yakin anda semua pasti punya banyak kata sapaan lain yang melintas di pikiran anda saat ini.