Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

KAMAR MANDI BEBAS KUMAN

Menjadi orang tua tunggal memang sama sekali tidak gampang, meskipun itu hanya untuk sementara waktu. Bayangkan orang seperti saya ini. Untuk anda yang pernah dan sempat mengenal saya tentu tidak sulit melakukannya; tapi jika anda belum pernah bertemu saya dan ini adalah kali kita bertemu, saya senang bisa bertemu dengan anda.

Pada awalnya saya sangat rajin berbelanja, mulai dari susu anak, kebutuhan dapur, alat kebersihan, sampai kudapan. Setidaknya saya bisa berbelanja dua kali dalam satu bulan. Namun, kian waktu saya kian jarang berbelanja. Apakah ini pertanda bahwa saya teramat sibuk? Saya tidak tahu. Ada kalanya saya yang lupa untuk melakukannya, dan itu cukup sering terjadi. Selama persediaan masih ada tanpa syarat dan ketentuan berlaku, saya memilih untuk tidak berbelanja. Kalau pun saya sempat berbelanja, karena kebutuhan susu anak dan pembalut balita tidak dapat diabaikan, saya cenderung lupa hal lain apa yang perlu dibeli pula.

Suatu hari di minggu lalu, ketika sedang mandi saya menyadari bahwa sabun cair yang biasa saya pakai rupa-rupanya sudah habis. Daripada saya hanya membasahi badan dengan air hanya untuk menggugurkan kewajiban mandi pagi, saya memutuskan untuk menggunakan sampo sebagai pengganti sabun. Toh, mereka sama-sama dapat mengeluarkan busa. Memang ada pilihan lain seperti menggunakan pelembab rambut atau conditioner. Tapi itu tidak mengeluarkan busa, jadi saya pikir tidak sah mandi saya jika menggunakan conditioner. Sementara conditioner tersebut digunakan selepas kita bersampo, jadi sudah tepat pilihan saya untuk menggunakan sampo.

Saya pun bisa menggunakan sabun untuk mencuci piring sebagai alternatif pilihan lain. Ah, ide itu terkesan sangat berbahaya, bahan penyusun sabun cuci piring tersebut terlampau keras untuk kulit. Memang dia bisa menghilangkan lapisan lemak dengan menggunakannya sedikit saja. Akan tetapi justru itu adalah masalahnya, bayangkan jika lapisan lemak saya akhirnya terangkat oleh sabun pencuci piring yang seandainya saya gunakan. Saya khawatir akan menjadi kurus dan tidak dikenali lagi oleh anak saya sendiri. Lagipula, saya memilih tubuh saya berbau harum sampo daripada berbau jeruk limau.

Kebetulan juga saya harus berbelanja susu dan pembalut balita, saya memasukkan sabun mandi sebagai barang yang wajib saya beli dan saya miliki. Percuma saja bukan kalau saya membelinya tapi saya tidak bisa memilikinya? Pun kalau saya memilikinya tanpa membeli, itu merupakan tindak kriminal karena kejahatan terjadi bukan karena ada niat pelakunya tapi juga karena adanya kesempatan, maka waspadalah.

Dan sepulangnya berbelanja, saya merasa gembira karena kini saya memiliki sekantung sabun mandi cair yang saya peroleh dengan cara membeli. Kalau saja engkau melihat apa itu yang tertulis di kemasannya, bahwa saya mendapat bonus isi lebih banyak 20% dengan harga yang sama. Ah, saya mulai menghayati peran sebagai ibu rumah tangga yang selalu tertarik dengan iming-iming bonus atau harga yang lebih rendah. Tapi ternyata hal itu cukup menyenangkan juga.

Pun malasnya saya terlihat ketika saya hendak menggunakan sabun cair tersebut. Alih-alih saya menuang isi kantung tersebut ke dalam botol kosong yang memang peruntukannya adalah wadah sabun mandi, saya hanya membuat sayatan kecil pada kantung tersebut hanya sebagai cara mengeluarkan isi kantung tersebut. Saya tidak mengeluarkan isi sisanya dan membiarkannya tertampung dalam kantung tadi. Setelah saya menggunakan secukupnya (ingat sesuatu yang berlebihan itu tidak baik! kata ustad kampung sebelah), saya kemudian menaruh kantung sabun mandi tersebut di lantai pojokkan kamar mandi. Dan mandilah itu si saya.

Kemudian daripada itu, saya pergi keluar rumah untuk satu keperluan. Tentu saya sudah mengenakan baju dan celana sebagaimana mestinya. Dan saya juga telah berbilas dan menyeka tubuh dengan handuk tentu saja pula. Apa perlu saya beritahukan kepada anda kemana saya pergi? Apa keperluan saya? Ah, itu sama sekali tidak penting untuk saya ceritakan. Bukankah manusia itu berkehendak bebas? Jadi terserah kepada saya kemana saya mau pergi. Lalu, bukankah kita memiliki hak asasi untuk bisa pergi bebas tanpa dikuntit? Ya, mungkin anda memang punya hak untuk menguntit saya, tapi saya pikir anda cukup bijaksana untuk tidak melakukannya karena hal itu sudah terjadi di masa lampau.

Dan waktu pun berlalu sedemikian sehingga saya telah kembali ke rumah. Saya merasa sebuah mandi akan menyegarkan tubuh. Jadilah saya memutuskan secara sukarela dan tanpa paksaan sedikit pun untuk mandi. Namun, lihatlah itu ketika saya membuka pintu kamar mandi. Terdapat genangan cairan putih kental membasahi lantai kamar mandi. Cairan apakah itu? Apakah ada orang yang menggunakan kamar mandi ini senyampang saya tidak di rumah? Kemudian mahfumlah saya ketika melihat kantung sabun mandi cair itu tergolek lemah tak berdaya di dekatnya. Ternyata dia tidak sanggup menanggung beban seberat itu, lalu ia menumpahkan sebagian daripada isinya ke lantai.

Demi menyelamatkan isi bonus yang 20 persen tadi, saya pun mengambil sendok dan sebuah gelas plastik yang tak terpakai. Terpaksalah saya menunda mandi hanya untuk menyendoki cairan itu sebanyak yang saya mampu. Dapatlah saya katakan kalau saya hanya kehilangan 10 persen dari bonus itu setelah saya bosan menyendokinya. Lalu saya menyeka lantai kamar mandi dengan sisa cairan yang tak dapat atau tak sudi saya ambil.

Seperti kata pepatah, tiada artinya menangisi sabun yang tumpah. Saya beruntung masih dapat menyelamatkan sebagian. Dan tidak ada yang lebih menyenangkan daripada memiliki lantai kamar mandi bebas kuman. Saya yakin jika sedikit cairan yang dibasuh ke tubuh dapat membunuh kuman yang menempel di tubuh saya seperti tertulis pada kemasannya, maka cairan sebanyak itu semestinya dapat mengeliminasi kuman yang berserak di lantai kamar mandi.