Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

LUNCH...NOT BREAKFAST...AT TIFFANY’S


Hari ini sungguh luar biasa, aku ada janji makan siang dengan seorang wanita. Dia bukan istriku, dan justru itu yang membuat acara ini lebih menarik. Wanita itu adalah seorang yang kukenal di masa lalu. Entah sudah berapa lama kami tidak bertemu, sampai pada akhirnya kami punya kesempatan untuk berbincang dan memutuskan untuk bertemu, walau hanya sekadar untuk makan siang. Kenapa saya menerima ajakan itu? Well, saya cuma ingin tahu bagaimana keadaan dia sekarang. Tentunya apakah dia masih secantik yang aku kenal dulu.

Kami berjanji untuk bertemu di sebuah mall yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Saya tahu lokasinya, tapi memang pada dasarnya saya tidak terlalu akrab dengan mall. Bisa dihitung berapa banyak mall yang pernah merasakan injakan kaki saya. Tidak banyak. Lagi pula, paling hanya toko buku yang sering saya kunjungi. Buat saya, mall adalah perwujudan dari tekanan dari kapitalisme global yang berusaha memasyarakatkan paham konsumerisme. Saya hanya becanda, itu cuma cara untuk menutupi fakta bahwa saya tidak punya uang.

Anyway, pada saat yang telah disepakati, saya tiba di mall tersebut. Setelah memarkir mobil, saya lalu masuk ke dalam mall tersebut. Ternyata beginilah mall sekarang, tidak jauh berbeda dengan kunjungan terakhir saya ke tempat sejenis itu. Masih terdapat banyak orang berjualan. Ya iya lah... karena mall memang tidak beda dengan pasar. Saya berjalan berkeliling melihat-lihat sambil mencari teman saya. Saya berusaha keras untuk menutupi keluguan dan kecanggungan saya.

Tidak begitu lama, saya dapat menemukan teman saya tersebut. Dia masih tetap secantik dulu, Cuma kini rambutnya agak lebih panjang ketimbang waktu kami bertemu sebelumnya. Bahkan, menurut saya rambutnya yang sebahu lewat sedikit itu justru menambah keanggunan dirinya. Pada hari itu dia tidak menggunakan pakaian kerja. Menurutnya, tidak nyaman menggunakan pakaian kerja untuk berjalan-jalan. Okelah, karena toh dia sudah bebas tugas, sementara saya baru akan bertugas sepulangnya saya dari makan siang.

Kami segera mencari tempat makan. Setelah memesan makanan, kami berbincang kecil mengenai apa yang terjadi dengan diri masing-masing. Dia menceritakan tentang dirinya dan begitu juga dengan saya. Ah, senyum manis itu tidak pernah lepas dari wajahnya. Sungguh menarik sekali acara makan siang kali ini. Makanan yang istimewa, dengan orang yang istimewa, plus senyum yang istimewa. Waktu seakan begitu cepat berlalu, tiba-tiba makanan kami telah habis. Perasaan makanan itu tidak berasa masuk ke mulut, saya hanya merasa kenyang.

Akhirnya karena malu berlama-lama di tempat makan tersebut, kami memutuskan untuk berjalan-jalan sebelum pulang. Lagi pula, dia hendak mencari sesuatu untuk anaknya. Saat itu baru saya tahu bahwa rencananya setelah ini adalah pulang ke rumah. Saya putuskan untuk mengantarnya pulang, toh dia tinggal tidak terlalu jauh dari mall tersebut. Tidak apalah sekali tempo sampai ke kantor telat. Ternyata, saya pernah mengunjungi daerah tempat dirinya tinggal. Entah kapan, tapi saya merasa akrab dengan lokasi itu. Sepanjang perjalanan, kami ngobrol dengan akrab. Memang itulah daya tarik dirinya. Dia mudah sekali akrab dengan orang lain, dan dia adalah orang yang menyenangkan untuk diajak berbincang-bincang baik sesuatu yang serius atau santai. Mau yang serius atau santai, dia tidak menolaknya.

Dia menawarkan untuk mampir ketika kami tiba di rumahnya. Namun karena keterbatasan waktu karena saya harus lanjut ke kantor, selain karena takut suaminya marah, saya menolaknya. Sebenarnya saya bingung bagaimana caranya saya bisa kembali ke kantor. Saya tidak terlalu hapal rute perjalanan, tapi sudahlah. Selama masih menggunakan Bahasa Indonesia, saya bisa bertanya sama orang kalau saya tersesat. Akhirnya, saya berhasil mencapai jalan tol yang menghubungkan daerah tersebut dengan pusat ibukota.

Hari yang panas, tidak terlalu saya pikirkan. Saya sedang senang hari ini. Ternyata, hari itu jalan sangat macet. Tidak hanya di satu lokasi, tapi rasa-rasanya kemacetan terjadi di mana-mana. Saya heran, mau kemana orang-orang itu? Bukankah seharusnya mereka bekerja di kantor mereka di pusat kota? Kalau pun macet, itu seharusnya terjadi pada arah yang menuju ke pinggiran kota. Itu seharusnya berlawanan dengan arah tujuan saya ke pusat kota. Saya berusaha sabar dan menikmati kemacetan. Saya berusaha hanya memikirkan bahwa hari ini saya sedang gembira. Tapi kemacetan ini sudah hampir dua jam lamanya, dan tidak ada tanda akan segera terurai. Saya merasa sangat haus, tenggorokan ini rasanya sangat kering sekali. Biasanya, saya membawa sebotol besar air mineral dalam mobil saya. Tapi sayang sekali, saya hanya mendapati botol kosong yang berisi setetes atau dua.

Haduh, saya menjadi tidak sabar. Ingin rasanya saya segera tiba di kantor yang dingin, minum yang dingin. Mulut saya terasa kering, bibir juga rasanya mulai kering. Yang lebih terasa adalah tenggorokan. Panas, kering, dan agak serak rasanya. Dari belakang, saya mendengar bunyi bising suara....bukan...itu bukan bunyi klakson mobil yang berada dalam kemacetan yang sama. Saya tajamkan pendengaran...rasa-rasanya saya kenal bunyi itu...oh, itu bunyi suara alarm dari handphone saya.

Saya segera terbangun. Sial, ternyata itu hanya mimpi. Saya terbangun dengan tenggorokan kering, ternyata saya tidur dengan mulut terbuka semalaman. Lumayan juga sih sensasinya....