Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

PRAJABATAN - PENDAHULUAN

Perjalanan menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil ternyata masih panjang. Proses pendaftaran yang diikuti oleh tahap seleksi, bukan menjadi titik akhir. Saya pikir, dengan melalui proses itu, semua sudah menjadi gamblang. Mulai bekerja, dapat gaji plus tunjangan, kalau sudah tua dapat pensiun.

Ada satu tahap lagi yang harus saya lalui sebelum mendapat hak gaji 100 persen. Bagi sebagian orang, persyaratan ini hanya sekadar formalitas atau basa basi. Tapi, itu mungkin hanya untuk yang beruntung – atau untuk yang cuma mengejar fasilitas saja. Syarat tersebut adalah menjalani “ibadah” Diklat Prajabatan. Diklat ini sudah menjadi sebuah ibadah atau ritual yang wajib harus dilakoni. Kalau tidak mau, atau karena suatu dan lain hal, tidak lulus maka hilang sudah kesempatan untuk menyandang gelar PNS.

Isteri saya yang sudah mendahului menjadi seorang PNS juga harus melalui tahapan yang sama. Dia dulu harus menunaikannya di Biro Pusat Statistik. Dia bilang, ini cuma menggugurkan kewajiban aja. Tidak susah untuk lulus dari Diklat ini. Yang lebih susah adalah menjaga mata tetap terbuka dalam menerima materi. Toh, pada kenyataannya diklat tinggal menjadi diklat. Tidak ada perubahan yang berarti dari para Pegawai Negeri itu sekeluarnya mereka dari pendidikan itu.

Mungkin dia cukup beruntung, menempuh Diklat di instansi yang tidak terlalu menekankan disiplin. Aturan yang dibuat di tempat tersebut, benar-benar dibuat untuk dilanggar. Masih banyak peserta yang pulang ke rumah masing-masing setiap hari. Banyak yang jalan-jalan keluar lokasi, meski peraturan mengatakan hal sebaliknya.

Nah, kini masa saya untuk mengikuti kegiatan tersebut. Tapi tidak di BPS seperti isteri saya, saya harus melaksanakannya di lingkungan Departemen Pertahanan. Mendengar nama Dephan aja sudah membuat saya takut. Setiap pagi harus melaksanakan apel, mau pulang harus apel. Belum lagi kegiatan semi militer yang harus dijalani dengan tingkat disiplin superketat. Diperparah dengan kegiatan fisik yang memang menyerupai militer. Bisa nggak saya melakukan semua itu? Sejak kuliah, hidup saya itu menganut paham hedonistik aristokrat. Semua serba moderat. Tempat saya bekerja juga cukup moderat. Tidak ada kegiatan upacara bendera tanggal 17 setiap bulan. Tidak ada apel pagi dan sore. Olahraga setiap Jumat juga dilakukan sekadarnya saja. Kalau saya bilang, setiap Jumat pagi saya tidak senam. Saya cuma menggoyangkan badan saja.

Tapi kata orang Batak Que Sera Sera; apa yang terjadi, terjadilah. Ternyata banyak kesan yang saya dapat dari menjalani Diklat Prajabatan di Lingkungan Departemen Pertahanan. Saya coba mengingat dan tulis dalam berapa artikel mendatang

Tidak ada komentar: