Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

I Dewa Gede Palguna

18 Agustus 2008

Saya masih di kantor setelah pelantikan Hakim Konstitusi di Istana Negara. Saya masih harus memotret acara pisah sambut Hakim pada malam harinya. Saya juga masih mengantuk karena tidak ada kerjaan.

Apa yang saya kerjakan sebelum acara Pisah Sambut itu tidak perlu rasanya saya ceritakan. Karena saya sendiri pun tidak tahu karena saya tertidur. Wah, ternyata matahari telah menghilang. Ternyata hari telah malam meskipun tidak terdengar burung hantu yang suaranya merdu. Acara itu pun dimulailah. Oleh siapa? Oleh pembawa acara tentunya.

Acara itu sendiri diisi dengan peluncuran buku karya hakim yang purna tugas. Tentunya mereka juga memberikan sambutan. Baik hakim yang akan melepas jabatan maupun hakim yang akan menggantikan. Ada yang sambutannya panjang, ada yang pendek. Ada yang serius, ada yang seurieus maksudnya membuat seuri atau ketawa. Di antara hakim yang akan pensiun adalah seorang I Dewa Gede Palguna. Tepatnya Yang Terhormat Mantan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.

Luar biasa hakim satu ini. Ada kejujuran saya rasakan dalam kata perpisahannya, ada ketulusan dalam bahasanya. Kenapa saya jadi serius begini? Biarlah sekali tempo boleh. Dengan rendah hati yang tulus dia bilang sebenernya dia tidak berharap jadi hakim konstitusi karena dia sebenernya mencalonkan orang lain. Itulah nasib, Pak. Kalau Bapak bilang dari dulu, biar saya yang jadi hakim. Pada akhir kata perpisahannya beliau berulang kali meminta maaf kalau ada kesalahan yang beliau buat. Dengan menyitir ucapan komedian terkenal Bob Hope, beliau mengatakan kalau beliau belum pernah bertemu orang yang tidak menyenangkan selama bertugas, mungkin beliaulah orang yang tidak menyenangkan itu.

Sungguh sesuai nama beliau. Dewa dan Gede. Beliau layaknya seorang Dewa dengan keilmuannya tapi beliau juga Gede dengan kerendah hatian. Hanya orang besar yang mau mengakui kesalahannya dan meminta maaf dan mengucapkan terimakasih. Saya pun termasuk orang besar karena meminta maaf dan mengucapkan terimakasih baru saja. Ah, biarlah saya ini apalah.

Pun begitu pada saat acara berakhir dan Ibu Palguna diminta untuk foto bersama ibu hakim lainnya, Pak Palguna yang ganteng dengan kumis tebalnya itu mau berganti posisi dengan Sang Ibu untuk menggendong anaknya yang tertidur lelap. Beliau tidak sungkan atau rikuh untuk itu. Sungguh saya salut sekali.

Seperti biasanya, jika ada peluncuran buku hakim saya akan berburu tanda tangan hakim tersebut. Kali ini karena ada enam hakim dan karena saya tidak menerima paket buku mereka, saya harus mencari cara bagaimana mendapatkan tanda tangan penulis. Satu target utama, Bapak I Dewa Gede Palguna. Tapi mana buku untuk ditandatangani? Akhirnya saya nekad masuk ke satu ruangan di samping aula di mana buku sebelum dibagikan diletakkan. Tuhan tolong saya! Satu buku saja! Punya Pak Palguna! Tolonglah! Ternyata Tuhan mendengar permohonan saya baru saja. Maafkan saya rekan-rekan yang bertanggung jawab atas buku-buku tersebut. Jika buku itu ada yang hilang satu, maka itulah saya yang ada mengambil.

Pun saya berhasil mendapatkan tanda tangan beliau. Tak hanya secoret tanda tangan, beliau juga menulis “To Yogi. Terima kasih karena telah memotret saya di setiap kesempatan. I Dewa Gede Palguna.” Hwarakadah, sungguh saya terharu yang teramat sangat sekali. Beliau ternyata perhatian dengan apa yang orang lain lakukan. Beliau juga mau menghargai sekecil apapun yang dilakukan orang kepadanya.

Kepada Yth, Bapak I Dewa Gede Palguna. Tulisan yang saya buat ini pastilah jauh dari tulisan yang Bapak buat dalam buku-buku Bapak yang diluncurkan malam itu. Tapi adalah ini satu bentuk penghormatan dan penghargaan saya kepada Bapak. Kelak Bapak menjadi salah satu orang penting di Republik ini, saya akan ceritakan kepada anak keturunan saya bahwa seorang I Dewa Gede Palguna pernah memuji saya untuk suatu pekerjaan yang remeh temeh.

Tidak ada komentar: