Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

Cacatan ke Turki - 4

86…LANJUT DAAAAN…

14 Mei 2008

Program kunjungan gue di Turki harusnya udah mulai pada hari ini. Tapi berhubung gue baru sampe hotel jam 3 pagi maka pihak Mahkamah Konstitusi Turki memutuskan untuk menunda program sampai besok hari. Mereka sangat paham bahwa kami butuh banyak istirahat sebelum memulai program kami. Jadi sebenernya hari ini gue bebas.

Tadinya gue mau jalan-jalan tapi berhubung semua rambu lalu lintas berbahasa Turki maka gue dan Mr. Muhidin memutuskan hanya tinggal di apartemen aja. Gue takut nyasar terus keluar-keluar ada di Arab seperti keinginan Pak Muh. Kalau pun ada kegiatan hari ini gue cuma berkunjung ke Kedutaan Besar RI di Ankara dan berkunjung ke Mahkamah Konstitusi. Rencananya malam ini ada acara makan malam bersama sekretaris jenderal MK Turki.

Lagi pula apartemen kami yang memang dikhususkan untuk para hakim baik konstitusi maupun bukan terletak di wilayah yang cukup sepi. Karena jauh dari keramaian, gue males kalo harus keluar jalan-jalan. Mungkin nanti gue akan jalan-jalan mencari keindahan wanita. Meskipun apartemen ini disebut berkualitas bintang 5, tapi menurut gue gak jauh dari hotel bintang 3 yang ada di Bandung, tempat dimana Tya anak gue diproses. Gue dikasih di lantai 1 kamar 112 sementara Gus Muh berada di lantai 6 tepatnya kamar 161.

Tapi sejelek-jeleknya, tetap aja lebih baik daripada harus mencari sendiri. gue dilayani dengan cukup baik. Gak ada yang lebih istimewa dari makanan gratis dan tidur nyenyak bukan?

Mungkin karena diperuntukkan bagi orang terpandang dan terhormat, pengamanan di sini cukup ketat. Ketika baru mau masuk kita harus minta dibukain pintu pagar secara elektronis pada penjaga yang ada. Hampir sama dengan di Indonesia yang pake portal. Enaknya di sini mobil gak perlu diperiksa pake kaca kaya kelakuan temen gue waktu SMP yang mau ngintip celana dalem temen perempuan. Penjaganya sendiri tidak main-main, mereka berteman dengan senjata laras panjang yang selalu dekat di hati. Coba kalo iseng kita bandingkan dengan keamanan di Indonesia. Satpam di hotel atau di pusat perbelanjaan cuma dilengkapi pentungan. Gimana bisa aman? Kalo ada pencuri kendaraan yang kemudian kabur, apa iya mereka mau ngelempar pentungan?

Oh iya, pihak kedutaan cukup baik menerima kami seperti seharusnya. Kami banyak bertanya tentang Turki dan akan dijadwalkan akan bertemu Bapak Awang Bahrin, Duta Besar Indonesia tapi waktunya belum dijadwalkan. Ternyata kedutaan di sana cuma menempati satu gedung dengan 3 lantai. Sempit banget. Bagusnya gedung itu sudah menjadi hak milik jadi gak mungkin digusur atau dipindah.

Selepas dari kedutaan, kami mengarah ke Anayasa Mahkemesi yang letaknya tidak jauh dari KBRI. Ini cuma kunjungan informal aja. Gak ada agenda yang mau dikerjakan. Ternyata keamanan memang seperti menjadi perhatian utama di Turki. Ketika memasuki Anayasa Mahkemesi kami dihadapkan dengan mesin sinar x dan detektor metal. Pihak keamanan sudah siap memasang wajah sangar. Kalo bukan karena undangan, gue gak mau masuk kesana. Di MKRI, metal detector seperti itu cuma dipasang sebelum memasuki ruang sidang. Setelah itu kami harus melewati palang otomatis seperti yang banyak terdapat di halte busway. Bukan main keamanannya, atau mungkin itu pertanda pentingnya Anayasa Mahkemesi dalam tatanegara Turki.

Selain bertemu Sekjen, kami akhirnya bertemu Mr. Bahadur yang kami kenal melalui email dan suara saja sebelumnya. Dia cukup bersahabat dan beliau memiliki ketertarikan dalam mempelajari Bahasa Indonesia. Selain beliau kami juga bertemu beberapa Judge Rapporteur. Dalam pertemuan itu kami membahas sedikit tentang program yang akan kami lakukan. Kami juga dibekali beberapa materi tentang Turki yang dikemas dalam tas cantik berbahan kulit. Terima Kasih banyak.

Lokasi kantor kami ada di lantai 6, di ruang tersebut selain gue dan Gus Muh ada satu orang Judge Rapporteur yang siap membantu kami. Ruangnya cukup sempit tapi menyenangkan. Judge Rapporteur lainnya juga ada di lantai yang sama. Jadi kalau kami membutuhkan sesuatu kami bisa minta pertolongan mereka.

Turki memiliki bangunan yang cukup unik. Di apartemen kami, lift memiliki pintu yang harus dibuka dan ditutup secara manual seperti jaman dulu. Lain di apartemen, lain di Anayasa Mahkemesi. Di sana setiap lantai hanya ada 1 toilet. Kalau lantai 6 toiletnya diperuntukkan bagi wanita, maka toilet lantai 5 khusus untuk laki-laki dan begitu seterusnya berselang-seling.

Cukuplah segitu tentang toilet. Kami juga melihat ruang sidang Pleno yang berbeda dengan di MKRI. Di sini ruang sidang tidak berbeda jauh dengan ruang kuliah. Di bagian depan memang ada meja panel hakim dan di depan meja panel hakim ada meja kecil yang mungkin untuk panitera. Kursi untuk pengunjung dibuat seperti di bioskop di Indonesia dan tanpa pembatas. Asumsi gue, karena masyarakat Turki cenderung lebih tertib maka pagar pembatas tidak dibutuhkan. Entah benar atau tidak.

Kami juga sempat melihat ruang rapat permusyawaratan hakim. Mereka membuat ruang RPH yang kedap suara. Selain dilengkapi bantalan tebal di pintu, mereka juga membuat pintu berlapis. Sehingga ketika kita membuka pintu masuk pertama kita juga harus membuka pintu kedua. Kerahasiaan pasti terjamin.

Serunya lagi di dalam ruang tersebut dipasang dua kamera CCTV. Pernah gak ya ada penampakan yang tertangkap kamera seperti di MKRI. Selain itu mereka juga menyediakan proyektor kalau ada yang ingin menampilkan slide powerpoint. Di sisi ini gue melihat MKRI harus belajar membenahi ruang RPH. Selain keamanan yang pasti terjamin karena cuma hakim dan judge rapporteur yang bisa masuk, dokumentasi mereka juga terjaga dengan adanya CCTV yang merekam seluruh pembicaraan dalam ruangan. Ditambah lagi, tidak ada TV dalam ruangan. Tidak seperti di Indonesia. Gue menilai ini menunjukkan keseriusan mereka dalam bekerja. Bukan gue mau bilang kalo hakim konstitusi di Indonesia tidak serius, tapi buat apa ada TV ketika bekerja? Gue acungkan empat jempol untuk itu.

Jadi kesimpulan gue hari ini, Turki sangat concern dengan keamanan. Meski itu membuat gue agak kurang nyaman, tindakan preventif seperti itu layak dilakukan dan mungkin begitulah seharusnya.

Tidak ada komentar: