Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

Cscatan ke Turki - 3

TURKI…OH TURKI

14 Mei 2008

Turki pada saat ini sedang mengalami musim semi. Saat terbaik untuk berkunjung kata pendamping kami saat penjemputan. Cuaca cerah yang kadang di selingi hujan, pohon-pohon mulai kembali menghijau, suhu udara yang sejuk dan relatif dingin untuk orang Jakarta yang biasa hidup dibakar di bawah matahari yang sudah banyak buka cabang.

Turki ternyata sangat indah. Tidak seperti berita yang pernah gue denger waktu di Jakarta bahwa Turki itu gersang. Bahkan saat pertama melayang di atas negara ini dalam pesawat Boeing 777, kami sudah dapat menikmati keindahannya. Berbeda dengan Jakarta yang relatif datar, Istanbul dan Ankara berada di daerah yang berbukit. Sayangnya gue sampe saat ini belum punya kesempatan berkelana di kedua kota tersebut. Mungkin nanti akan gue coba.

Jalan raya di Turki sangat mulus dan lebar, seperti jalan tol lingkar luar di Jakarta. Di beberapa titik, gue teringat dengan gambaran yang gue terima tentang jalan raya di beberapa negara di Eropa. Tapi gue sangat terkagum-kagum karena di sini masih terdapat banyak taman kota yang indah. Jauh lebih indah dari taman Monas atau taman Situ Lembang yang ada di Jakarta. Kapan ya, Jakarta punya taman kota yang representatif?

Meskipun begitu, mungkin ada beberapa hal yang bisa dibanggakan dari Indonesia. Yang pertama gue perhatikan adalah bandara, karena itu adalah tempat pertama yang gue kunjungi setiba kami di Turki. Bandara Ataturk yang merupakan satu bandara internasional masih kalah kalo dibandingkan dengan Soekarno-Hatta. Kami bahkan menyamakan bandara tersebut dengan Bandara di Surabaya atau kota lainnya. Bandaranya kecil tapi memiliki lapangan parkir pesawat yang sangat luas. Ketika kami hendak menaiki pesawat untuk penerbangan domestik, kami harus menaiki shuttle bus dari tempat boarding menuju pesawat. Memang di dalam bis paling lama kami hanya 5 menit, tapi itu menunjukkan luasnya lapangan parkir pesawat di bandara tersebut. Jujur gue sendiri gak tau tentang penerbangan domestik dari bandara Soekarno-Hatta, tapi gue pribadi ngerasa banyak yang harus dibenahi di Ataturk untuk bisa disebut bandara internasional.

Selain itu kelebihan orang Indonesia adalah keramahtamahannya. Di sini gue susah banget mendapatkan pelayanan yang dilengkapi dengan senyuman. Waktu gue bertanya tempat pengambilan koper dari bagasi di Ataturk, solusi yang gue dapet cuma disuruh mengikuti tanda yang sudah disediakan. Tanpa senyum. Pun begitu waktu gue di check point yang akhirnya gue ketinggalan pesawat, tidak ada senyuman. Mungkin begitulah adat di sini, semua orang tampangnya serius. Dua kali gue makan di restoran, dua kali juga gue menyadari hal tersebut. Apa sih susahnya senyum?

Soal makanan, gue baru nyoba beberapa hidangan. Pertama kali yang diberikan ke gue itu semacam sup dari lentil (kacang polong). Gue gak tau apa namanya, maklum aja gue cuma dikasih. Rasanya cukup enak, seperti sup krim asparagus yang biasa gue nikmati di Pizza Hut. Gurih tapi karena dibuat dari kacang polong, teksturnya agak kasar. Kalau gak hati-hati, bisa tersedak waktu suapan pertama. Untuk sarapan pertama kami juga mendapat sup dengan tekstur yang sama kasarnya, tapi kali ini rasanya asam karena dicampur pasta tomat. Cukup menyegarkan. Selain itu makanan tidak terlalu aneh. Nasi yang semalem diberikan dan ditemani beberapa potong lamb chop rasanya gak jauh dari nasi kebuli. Semua serba gurih, danging kambing potongan itu pun rasanya cuma dimasak dengan garam, merica dan mentega. Sederhana sekali. Yang berbeda mungkin sarapan. Pagi ini gue cuma makan beberapa potong smoked beef, telor rebus 2 buah, beberapa kerat roti dan dua macam keju. Buat gue itu gak masalah, tapi buat rekan seprofesi gue mungkin itu gak nendang. Maklum dia orang dengan reputasi internasional tapi dengan selera lokal.

Bagaimana pun ini baru penilaian awal gue tentang Turki. Bisa berubah setelah beberapa hari. Yang pasti suka gak suka gue akan tetap di sini sampai tiga minggu ke depan. Semoga gue betah.

Tidak ada komentar: