Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

Cacatan ke Turki - 2

SURPRISE…SURPRISE!!!

13 Mei 2008

Ternyata transit selama 8 jam di Dubai International Airport tidak separah yang gue bayangkan. Seperti yang banyak orang beritakan, Dubai telah menjelma menjadi sebuah wilayah yang sangat maju. Begitu pula dengan airportnya. Selain sangat luas dan tertata rapi, Bandara Internasional Dubai juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai. Kalo kita mau belanja, di sana tersebar banyak toko. Ada yang bebas cukai ada juga yang masih dikenakan cukai atas barang yang dibeli. Mungkin ada yang berpikir masalah mata uang. Ternyata berkat kecanggihan teknologi, kita juga bisa membayar menggunakan VISA elektronik. Gue beli air minum tiga botol yang notabene tidak sampai satu dolar pun bisa membayar menggunakan kartu debit tersebut.

Kalo anda lapar, banyak resto dan café. Jangan khawatir dengan selera, jika anda merupakan orang yang pemilih soal makanan ada resto internasional seperti McDonald maupun Dunkin Donut. Bahkan jika anda harus transit lebih dari 4 jam dengan menggunakan Emirate Airways ada satu lokasi yang akan menyediakan makanan gratis. Sayangnya kami tidak mencoba. Selain karena perut yang masih kenyang, gengsi dong masa pegawai Mahkamah Konstitusi minta makanan gratis. Emangnya gak dibekali duit untuk beli makan.

Lebih mengejutkan lagi, mereka telah mengantisipasi kelelahan para penumpang pesawat dengan menyediakan sleeping lounge. Jangan membayangkan hotel kalau mendengar kata tersebut. Tapi juga tidak separah kamp pengungsi perang. Mereka menyediakan banyak kursi yang bisa kita gunakan untuk meluruskan kaki. Cukup nyaman, apalagi untuk orang yang tidak mau mengeluarkan biaya. Ada juga sih hotel di Airport tersebut kalo anda punya gengsi tinggi dan mengutamakan kenyamanan serta punya dana melimpah.

Sebelum mendarat di Dubai, gue cukup merasa malu dengan tingkah segerombolan wanita asal Indonesia. Mereka itu mungkin TKW. Ternyata di Dubai gue ngeliat gerombolan lain yang lebih parah. Orang-orang India ternyata juga gak kalah semrawut. Mereka dengan tenang mengkudeta sleeping lounge tersebut untuk tidur. Gak jarang juga yang menggunakan selimut. Gue jadi kepikiran apa di India terjadi perang ketika gue berangkat dan membuat orang-orang itu minta suaka politik ke Dubai. Tapi memang bandara di Dubai sangat nyaman.

Dalam perjalanan lanjutan ke Istanbul, gue pun mendapatkan kejutan lain. Ternyata dalam pesawat yang sama ada satu orang pramugari yang cantik yang berasal dari Indonesia. Ada kemajuan lah dari sebelumnya cuma instruksi aja yang berbahasa Indonesia. Mbak Eva yang katanya berasal dari Bali tersebut ternyata (lagi) baru menjalani penerbangannya yang pertama. Luar biasa bukan? Dalam perjalanan yang pertama langsung ketemu gue. Dengan adanya mbak Eva, yang pasti nama depannya bukan Maria, gue cukup nyaman minta apa aja dalam bahasa Indonesia.

Tapi puncak kejutan terjadi di bandara Ataturk, Istanbul. Entah siapa yang harus disalahkan, tetapi hampir saja kami tidak sampai di Ankara. Setiba kami di Istanbul, kami harus melewati pos pemeriksaan paspor untuk yang kesekian kali. Antriannya panjang sekali. Karena semua penumpang Emirates Airlines dengan tujuan kemana pun harus melewati pos yang sama. Karena kami ingin mengikuti tradisi bangsa yang sudah maju dengan mengantri, kami harus menunggu cukup lama. Setelah selesai pemeriksaan paspor, kami langsung mengambil bagasi kami. Tanpa dinyana, ketika barang bawaan kami sudah lengkap, waktu sudah menunjukkan pukul 8 waktu setempat. Itu juga saat yang sama dengan penerbangan kami dari Istanbul ke Ankara. Itu berarti kami telah ketinggalan pesawat. Itu berarti kejutan terbesar ketika kami diharuskan membeli tiket yang baru oleh petugas di bagian check-in.

Gue gak bisa bayangin kalo kami berangkat dengan pembiayaan yang semula diberikan kepada kami yaitu 30 USD sehari atau sekitar 630 USD selama 21 hari. Bagaimana kami sanggup membeli tiket seharga 400 Euro atau sekitar 600 USD atau sekitar 6 juta rupiah lebih jika cuma ada 630 USD di kantong kami? Mungkin aja bisa, tapi selama kami di Ankara sampai kembali ke Jakarta, kami cuma bisa minum air kran, dan tidak bisa membeli oleh-oleh. Hidup dengan sekitar 10 USD seminggu tidak mudah disini.

Setelah berusaha menghubungi beberapa kontak kami baik di Turki maupun di Indonesia. Kami mendatangi pusat penjualan tiket untuk meminta kejelasan. Pada awalnya petugas penjual tiket juga tidak mau bertanggung jawab karena dia bilang itu kesalahan Emirates bukan kesalahan mereka. Beruntung kami memesan tiket dari Jakarta dan tercantum bahwa pembelian tiket tersebut menggunakan Euro. Karena Euro dianggap sebagai mata uang tertinggi, maka petugas di bagian penjualan tiket dengan sigap menyediakan tempat buat kami di penerbangan selanjutnya.

Seharusnya kami tiba di Ankara sekitar pukul 9 atau 10 malam waktu setempat. Berhubung ada masalah tadi, kami baru bisa berangkat pukul 11 malam dan tiba tanggal 13 Mei 2008 di bandara Esenboga, Ankara sekitar tengah malam. Gue gak bisa ngebayangin kalo Mr. Janedjri M. Gaffar yang mengalami hal tersebut. Beliau memang ada punya rencana ke Turki dua minggu sekembalinya kami ke Jakarta. Semoga beliau tidak mengalami cobaan yang sama, atau semoga beliau berbaik hati mengajak seorang dari bagian Protokol ke Turki untuk membantu perjalanan beliau.

Bandara sudah sepi pada saat kami mendarat. Hanya ada beberapa orang sekuriti dan seorang petugas troli yang bisa disewa dengan harga 1 euro. Memang banyak supir taksi di luar bandara, tapi secara umum sudah sepi. Setelah mengambil koper, kami keluar dengan bertanya-tanya dalam hati siapa gerangan yang akan menjemput kami. Kami tidak ada sanak saudara yang bisa dimintai pertolongan, KBRI di Ankara juga sudah tutup. Pada kenyataannya, kekhawatiran kami tidak menjadi kenyataan. Sudah ada dua orang berdasi yang sedang menunggu kedatangan seseorang.

Benar adanya. Mereka sedang menunggu kedatangan kami. Surprise! Ternyata seorang dari mereka yang berbadan tinggi besar, yang memasang wajah serius, yang berdasi merah, yang gue gak kenal, adalah Sang Sekretaris Jenderal Anayasa Mahkemesi atau Mahkamah Konstitusi Republik Turki. Gue sempet ngerasa gak enak hati. Gue ketemu dengan seorang petinggi dari institusi terhormat di negeri orang sementara gue ini tidak lebih dari seorang CPNS. Udah gitu gue belon mandi sejak keberangkatan dari Jakarta. Tapi cuek aja lah. Dia ini yang nyium bau badan gue. Setelah meninggalkan bandara dengan menggunakan kendaraan yang sangat bagus, kira kira seperti VW Caravelle, kami diajak untuk makan malam. Mereka bilang pada jam sedemikian tidak ada lagi makanan di hotel. Luar biasa penyambutan bagi kami.

Bapak-bapak dari Anayasa Mahkemesi, kami tidak dapat membalas budi baik bapak-bapak sekalian. Semoga Mahkamah Konstitusi dapat menjamu delegasi dari Anayasa Mahkemesi ketika berkunjung ke Jakarta sebaik anda menjamu kami. Kami akan beritai Sekretaris Jenderal kami tentang hal ini.

Tidak ada komentar: