Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

Cacatan ke Turki - 10

SAFRANBOLU BUKAN KUE BOLU

23 Mei 2008

Safranbolu gak ada hubungannya sama sekali dengan kue bolu. Ini adalah nama satu daerah yang udah dijadikan situs bersejarah di Turki, tapi bukan asal dari kue bolu. Tempat ini ada sekitar 400 km dari Ankara dan terletak di antara Ankara dan Istanbul. Meskipun sebenernya kota ini udah deket banget sama laut mati (the black sea), bahkan termasuk dalam kawasan laut mati, tapi ketika gue berkunjung ke sana gue gak mampir ke laut mati. Gue pikir laut itu udah mati dari dulu, jadi sekarang pasti udah bau bangkai. Males ah.

Sebenernya bukan karena males gue gak ke laut mati, tapi gimana bisa? Gue ke Safranbolu aja, lagi-lagi, karena budi baik dan kemurahan hati serta belas kasihan Sekjen MK Turki dan rekan-rekan seprofesi (seprofesi dengan Sekjen maksudnya, bukan dengan kami berdua). Mau gak mau, suka gak suka, kami cuma bisa duduk manis dan ikut kemana supir menuju. Waktu kami diberitahu bahwa kami akan jalan-jalan ke suatu tempat di hari Minggu (19/5) yang lalu, gue pikir itu tempat deket atau setidaknya masih disekitar kota Ankara. Nama tempat itu memang disebut-sebut sebelumnya, berhubung kami masih awam dengan lokalisasi, maaf... maksudnya lokasi, di Turki kami iya ajah waktu dibilang mau diajak jalan-jalan.

Padahal hari itu kami juga udah cukup letih karena hari Sabtu sebelumnya kami juga diajak jalan-jalan. Jangan heran, gue sendiri juga bingung, kami dikirim ke Turki untuk kerja apa jalan-jalan. Tapi namanya diajak ya manut aja. Apalagi untuk itu gue harus bangun pagi-pagi. Di Turki paling enak tidur itu sekitar jam 6 pagi karena gak terlalu dingin seperti malamnya dan gak panas kaya siangnya. Tapi sekali lagi, ya sudahlah. Kami dijemput Mr. Mustafa Baysal bersama keluarganya dan kami menuju ke tempat dimana kami akan bertemu Mr. Bahadır Kilinç juga beserta keluarganya. Dalam perjalanan selanjutnya gue bareng keluarga Bahadır bey dan Gus Muh bareng Mustafa Bey.

Ternyata kami diajak ke luar kota. Setelah satu jam perjalanan, kami bertemu dengan keluarga Mr. Kaya. Dari tempat pertemuan, kami harus melanjutkan perjalanan sekitar 1 setengah jam lagi. Kami berhenti di satu restoran untuk makan pagi dan siang (brunch). Kami menghabiskan banyak waktu di sana, bahkan kami pikir acara hari itu cuma makan-makan terus pulang. Dugaan kami meleset. Kami lalu menuju ke daerah Safranbolu tadi. Sekitar tengah hari kami tiba di Safranbolu.

Safranbolu adalah kota kuno di Turki yang sekarang udah dijadikan cagar budaya oleh UNESCO. Bahkan katanya (entah kata siapa) Safranbolu pernah dibuatkan film layar lebarnya dengan judul A Night at Safranbolu. Katanya juga, film itu cukup tenar. Di kawasan itu kami bisa melihat bagaimana peradaban masyarakat Turki jaman dulu yang masih eksis. Dalam tur keliling dengan mobil golf, kami diakrabkan dengan daerah tersebut melalui rekaman informasi yang disampaikan. Bahkan di mesjid yang ada di Safranbolu, masih terdapat jam matahari. Bukan jam dengan logo matahari yang toko baju itu, tapi jam matahari beneran. Sekali lagi, Turki memang sangat menjaga warisan sejarahnya.

Selain tur keliling, kami juga mengunjungi museum yang ada di daerah tersebut dan pastinya belanja. Gue kurang tertarik belanja di sana, karena biar kata barangya khas sana tapi karena gak ada merk Turkinya gue takut orang Indonesia nyangka gue boleh beli di Tanah Abang. Tapi waktu kami lagi ngeliat-liat baju yang dijual, sekonyong-konyong Mr. Kaya membelikan kami sebuah baju bahkan kami boleh pilih sendiri mana yang kami suka. Gak hanya dia, kami juga dibelikan sebuah baju wanita untuk istri kami tercinta oleh Ny. Bahadır dan sebuah sajadah persembahan Tuan Bahadır. Terima kasih Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya sekalian, baju itu pasti akan kami persembahkan untuk belahan jiwa kami di Indonesia.

Setelah jalan-jalan dan jajan-jajan, kami makan malam di restoran yang juga sebuah hotel antik. Konon (lagi-lagi jangan dibaca dari belakang) tempat itu pada masa musafir dulu adalah tempat persinggahan. Kalau para musafir tersebut tidak memiliki makanan dan tempat berdiam, penduduk setempat akan menyediakannya sebelum mereka melanjutkan perjalanan.

Ada pengalaman menarik lainnya dalam wisata kami di Safranbolu. Di suatu saat, kami membutuhkan keberadaan WC. Memang aspirasi arus bawah itu tidak selamanya dapat ditampung saja, tapi juga harus disalurkan. Untuk itu kami nekad bertanya ke seorang polisi lalu lalang (karena mereka memang sibuk berlalu lalang mengatur lalu lintas) yang sedang bertugas. Dia menunjukkan kami lokasi WC yang ada di belakang mesjid. Dia juga tiba-tiba bertanya darimanakah gerangan kami berasal dan apakah kami muslim. Ketika dia tahu kalo kami dari Indonesia dan kami muslim, dia lantas berkata Alhamdulillah dan bilang Assalamu’alaikum kepada kami. Jangan bilang siapa-siapa kalo nama polisi itu adalah Mr. Adem Ova karena di Turki sangat berbahaya menunjukkan identitas keagamaan apalagi menyangkut tugas. Jadi cukup kita aja yang tau. Setelah menunaikan hajat, kami lalu meminta kesempatan berfoto dengan beliau yang disambut hangat.

Ketika sesi pemotretan selesai, sekali lagi dia menghaturkan Assalamu’alaikum kepada kami dan sebelum berpisah dia juga memberikan alamat email dia. Gak nyangka, hanya dengan satu pertanyaan menyangkut agama, orang-orang yang belum dan tidak saling mengenal bisa dengan cepat menjadi akrab. Dengan pertanyaan itu orang yang baru bertemu mau memberikan alamat emailnya dan bahkan beliau juga menawarkan kami untuk menikmati segelas teh sebagai bentuk penghormatan. Pak Polisi, sudahlah bapak atur saja lalu lintas yang semrawut itu! Tidak usahlah repot menawarkan kami teh karena toh kami juga terikat dengan orang lain! Lagipula keakraban kita yang kami simpan dalam hati jauh melebihi gelas teh mungil yang anda tawarkan.

Tidak ada komentar: