Gaudeamus igitur; Semper ubi uber, ibi tuber.

"Di mana ada kemaluan, di situ ada persoalan; oleh karenanya berbahagialah."

Cacatan ke Turki - 13

LONG AND WINDING ROAD TO ANKARA
(Istanbul episode 2)

26 Mei 2008

Pagi-pagi menyusuri tepian Selat Bosphorus ternyata juga nikmat sekali. Jalan kaki tapi udah mandi. Biar belon sarapan, badan kedinginan, gak apa demi pengalaman. Kapal kargo perlahan hilang dari pandangan menuju Laut Hitam. Rajin banget, pagi-pagi udah melaut.

Hari kedua di Istanbul dimulai di Dolmabahce. Itu juga museum. Itu juga tempat sultan yang moderen. Itu juga tempat tinggal Mustafa Kemal Atatürk. Itu juga tempat dia meninggal. Lagi-lagi kami masuk tanpa biaya karena ketua museum itu teman Bekir Bey. Orang itu juga wakil gubernur Istanbul. Orang itu juga berpakaian rapi sementara gue pake kaos dan celana tanggung. Biarin deh...kan gue turis.

Teman Bekir Bey itu pernah mengunjungi Jakarta dan merupakan teman Hidayat Nur Wahid yang ketua MPR itu. Karena beliaulah kami juga bisa ditemani tour guide selama mengunjungi Dolmabahce. Tempat itu sangat luas dan di dalamnya banyak ruangan rapat baik resmi maupun kumpul keluarga sultan jaman dulu. Yang paling menarik adalah keberadaan lampu kristal gantung terbesar di dunia yang beratnya 6 ton. Selebihnya bisa dibilang biasa aja. Lagian kalo diceritain di sini, orang nanti milih baca tulisan ini daripada main kesana. Pokoknya kalo ada yang ke Istanbul, gue rekomendasikan mengunjungi tempat ini.

Kami sempat diberi suguhan teh dan kopi setelah kami menyusuri bangunan itu dan sebelum lanjut ke tempat berikutnya. Tujuan selanjutnya adalah mesjid Eyub Sultan. Tempat itu menjadi tempat bersejarah bagi Umat Islam Turki. Eyub Sultan, yang juga dimakamkan di sekitar mesjid tersebut, pada masa hidupnya adalah sahabat Rasulullah SAW yang diutus untuk menaklukan Turki. Beliau tidak berhasil, tapi beliau akhirnya menetap di Istanbul dan melanjutkan syiar Islam di daerah tersebut. Karena itulah muslim Turki sangat menghargai jasa beliau.

Di sekitar mesjid, ada pasar yang menjual benda-benda islami. Mau cari kain untuk jilbab? Di sini banyak yang bagus-bagus. Harganya juga gak mahal banget, cuma dengan 10 lira kita udah dapet kain yang bagus. Jangan diitung dengan rupiah karena 10 lira bisa berarti sekitar 80 ribuan. Siapa suruh Rupiah gak bernilai.

Suasana keagamaan di Istanbul berbeda jauh dengan Ankara, sekitar 500 kilometer. Kalo di Ankara orang, terutama yang di pemerintahan, takut-takut kalo mau shalat di mesjid. Di Istanbul, setiap sholat mesjid pasti penuh. Suasana sekularisme tidak begitu berasa di Istanbul. Kalaupun mau dibahasakan secara ilmiah, Istanbul lebih mengesankan kebebasan beragama. Orang mau beragama atau tidak, itu bukan masalah dan menjalankan kewajiban agama pun tidak dilarang. Mungkin itu hal yang menarik dari Istanbul selain tempat-tempat bersejarah yang ada.

Target hari kedua di Istanbul memang belanja dan cuci mata. Jadi setelah kunjungan tersebut dan sedikit belanja, kami meluncur ke Ankara. Sedikit beda dengan berangkat, kami tidak melalui jembatan Fatih Sultan Mehmet, kalo di Jakarta jembatan itu mungkin namanya Fatih Sultan Mamat. Memang ada dua jembatan trans-benua yang melalui Selat Bosphorus. Jembatan ini namanya Jembatan Bosphorus. Jembatan ini juga nyambung sama jalan tol Istanbul-Ankara jadi sekalian deh.

Kami tiba dengan selamat, pastinya dengan Bekir Bey dan Kadir Bey juga, di Ankara jam 8 malam dengan disambut udara dingin. Setelah dua hari yang sangat menyenangkan, dan menghabiskan 180 lira, dan menempuh jarak 1000 kilometer, kami harus bersiap kembali bergelut dengan laporan kami.

Dalam perjalanan gue bilang ke Bekir Bey kalo perjalanan ini terasa sangat menyenangkan. Bahkan gue harus bilang kalo ini adalah yang paling menyenangkan dari semua perjalanan dan kunjungan yang gue lakukan selama di Turki. Tanpa mengecilkan rekan-rekan lain yang telah menggiring kami ke tempat-tempat yang gak kalah bagus, gue merasa perjalanan ini lebih santai dan bersahabat. Bekir Bey yang udah bersedia mengemudi sementara kami bertiga tidur dengan pulas, dan tidak putus mengajak kami berkomunikasi. Kadir Bey yang ternyata sangat religius dan telah membelikan kami sebuah tasbih yang menarik dan menyediakan kacang-kacangan sebagai kudapan dalam perjalanan. Serta mereka berdua yang telah memberi kami oleh-oleh berupa kaos bergambar bendera turki. Mana mungkin kami bisa melupakan kalian berdua.

Akhirnya kami bisa tidur dengan nyenyak tanpa dibebani pikiran tentang membeli oleh-oleh. Petualangan di Turki hampir selesai tapi semua akan kami bawa ke Jakarta dengan sejuta tanya kapan kami bisa kembali mengunjungi Turki.

Tidak ada komentar: